Minggu, 24 Maret 2013

wedhus - wedhus...

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 17 Juni 2012 pukul 12:34
WEDHUS-WEDHUS

       Dahulu ada sebuah tempat yang dinamakan oleh orang-orang dengan istilah “wedhus-wedhus”. Tak ada yang tahu kenapa kok tempat tersebut dinamakan dengan nama yg demikian, yang jelas pada waktu itu banyak sekali kambing yang berkeliaran , dan wedhus (bhs. Jawa) yang berarti kambing memang melekat pada tempat itu. Mungkin karena banyaknya kambing yang berkeliaran, orang-orang lalu menamakan tempat itu dengan sebutan “wedhus-wedhus”.
       Tempat tersebut berada di Lor Pasar /Utra pasar Baroe Pare, kambing yang diumbar (dibiarkan lepas) itu jumlahnya banyak, sampai-sampai pada waktu itu berkeliaran disekitar Utara pasar dan masuk ke dalam Stand sayur untuk mencari makan sayur-sayur yang sudah dibuang di tempat sampah.
       Banyak sekali bocah kecil berambut cepak mengejar-ngejar anak kambing yang dinamakan “Cempe” dan dapat dipastikan bila sehabis mengejar-ngejar anak kambing tersebut, telapak kaki mereka pasti menginjak “srinthil”/ kotoran kambing yang bentuknya kecil bulat mirip kacang…ha…ha..ha
       Bila hari menginjak sore di dekat “wedhus-wedhus” selalu ramai bakul-bakul berjualan yang konsumennya kebanyakan bocah-bocah kecil, ada bakul permen abang, bakul brem, dan bapak yang menyewakan gembot / game watch, bakul-bakul tesebut bubar menjelang maghrib bersamaan dengan kambing-kambing yang pulang ke kandang setelah seharian mencari makan, dan sekarang  tempat tersebut sudah menjadi perkampungan yang padat, sehingga cerita tentang tempat bernama “wedhus-wedhus” sudah tidak pernah terdengar lagi di tempat tersebut.




Jajan kok diberi nama ( he..he..he.., maaf ) Telek kucing

         Barang kali ini nama jajan yang namanya sangat tidak sopan tetapi mempunyai rasa manis dan membuat kita ingin ‘ngemil trus. Bayangkan ! ( sambil memejamkan mata juga boleh..  ), wong jajan kok diberi nama (he…..he…..maaf) “Telek Kucing”, kan jorok? Memang! Tetapi seperti peribahasa ‘apalah arti sebuah nama kalau jajanan yang bernama ‘telek Kucing ini bisa memaniskan mulut dan menghangatkan suasana.
         Dulu di perkampungan dijual dengan kemasan plastik dan dijual dengan harga Rp 25,- sedangkan bentuknya seperti sebuah ‘kepompong’ kupu-kupu berwarna putih, bila pada waktu hari raya Idul Fitri setelah sembahyang id di masjid, anak-anak melanjutkan dengan mencium tangan kedua orang tua atau mbah-mbah yang dituakan di daerah masing-masing dalam tradisi jawa istilah tersebut dinamakan ‘sungkem untuk menghormati, selanjutnya langsung beramai-ramai menyantap jajanan yang telah disediakan di meja. Salah satu diantaranya adalah jajanan ‘Telek Kucing’ yang ditaruh di lodhong (stopless besar) bersanding dengan keciput dan madu mongso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar