Minggu, 24 Maret 2013

servis masuk angin//

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 25 Mei 2012 pukul 11:37
Servis Masuk Angin

Peresmian Pasar Baroe Pare yang telah berkali-kali mengalami kebakaran dan berganti nama menjadi “Pasar Pamenang Pare” dimeriahkan dengan menggelar pertunjukan akbar wayang kulit semalam suntuk.
Semenjak pukul 15.30 sore jalan-jalan yang ada di sekitar pasar sudah penuh dengan kesibukan, apalagi di depan pintu gerbang sebelah timur tempat pertunjukan diselenggarakan , orang – orang yg berdatangan merasa penasaran dengan model ‘ dekor pertunjukkan tersebut, juga ada yang ingin melihat wayang-wayang yang jumlahnya banyak dan para sinden yang ngerumpi.
Mereka berbicara dengan nada yang berbeda-beda ada yang berbicara dengan nada “oo..madhep ngidul tho panggunge.. ( oo…ternyata panggungnya menghadap keselatan ya..)” juga ada yang heran (mungkin baru melihat) ” Tibakno di kek’i layar rek…, koyok ndhik tipi-tipi ngene kae.. ( ternyata dikasih layar teman..seperti yg terlihat di televisi televisi itu lho..)” trus ada yang berkometar “ biyuh sindene wayu-ayu.., luwih ayu teko wayang kulite..( ya ampun… sinden’ nya ternyata cantik – cantik.., bahkan lebih cantik daripada wayang kulitnya..) ”, mereka melihat dari dekat seakan-akan “moment tersebut adalah sebuah “moment yang istimewa bagi mereka
Di ruas-ruas jalan pedagang-pedagang dadakan pun muncul seperti seorang ‘pahlawan kebetulan, ada penjual makanan terang bulan, tahu petis, opak sermier, telur puyuh, es inting-inting, dan beraneka macam gorengan, mereka menawarkan dagangannya dengan cara menunjukkan dagangan ke seorang pengunjung yang membawa seorang anak, otomatis bila sang bocah menangis, terpaksa kedua orang tuanya pasti membelikan.
Di sebelah timur, disamping halaman masjid taqwa yang pada waktu itu kondisinya belum dibangun, sedangkan tempat wudlunya berada di sebelah selatan yang ada menaranya. Pada waktu itu ada seorang Bapak menawarkan praktek servis masuk angin dengan menggunakan tanduk sapi dan tanduk kambing bersama tukang obat yang membawa ular di kotak.
Dalam mengobati pasien yang masuk angin, bapak yang lumayan gemuk dan brewok itu pertama-tama menyuruh melepaskan pakaian yang dipakai sang pasien kalau dalam bahasa jawa “ote-ote , setelah pasien-pasien tersebut melepas kaos dan bajunya, bapak brewok teresbut meng ‘oles-olesi’ seluruh tubuh dengan ramuan minyak khusus, setelah itu tubuh yang diolesi minyak ditempeli dengan tanduk-tanduk yang menyelimuti seluruh tubuh, persis punggungnya hewan purba bernama “stegosaurus”. Sehabis itu para pasien disuruh duduk dan membiarkan peresapan ‘minyak oles sambil disedot tanduk-tanduk yang menempel di punggung tubuh. “ Santai mawon mas…Tombo teko.. loro lungo…, mpun obah rumiyin…mangke lek metu sak entut-entut’e…. ( santai aja dulu mas.., obat dating penyakit pun menghilang , jangan bergerak dulu.., nanti angin’ nya pasti keluar bersama dengan kentut nya )” penonton pun tertawa melihat bapak brewok tersebut yang sambil memijit leher pasien yang ‘kemriang.
Pertunjukan wayang tersebut digelar sampai pagi hari, bakul-bakul yang menjajakan dagangan dengan membawa lampu petromak tersebut memenuhi ruas-ruas jalan sampai keperempatan pancaran dan jl. Kediri.


ikan pindhang

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 21 Juni 2012 pukul 12:48
Tujuannya hanya satu …. Ikan pindhang !
         Pada tahun 1989 Pasar Baroe Pare mengalami kebakaran untuk yang kedua kalinya. Kebakaran kali ini lebih hebat daripada kebakaran yang pertama di tahun 1987, sekitar 85 % bangunan rata dengan puing-puing dan tanah.
         Situasi pada waktu  kebakaran berlangsung sangat hiruk pikuk dan membuat macet jalan-jalan sekitar pasar, mulai dari Jl. PB. Sudirman (dulu bernama Jl. Kediri) sampai Jl. Ahmad Yani (dulu bernama Jl. Jombang), mulai dari pemadam kebakaran, para pedagang yang berusaha menyelamatkan barang dagangannya, Warga kampung disekitar yang bergotong royong, Sampai isak tangis para pedagang yang barang dagangannya ikut terbakar….kasihan.
         Orang-orang hanya menatap ketika si Jago merah semakin membesar, pancaran api menerangi lokasi-lokasi yang gelap dan tong minyak dari arah stand pracangan mengeluarkan bunyi ledakan yang sebenarnya tidak perlu didengarkan ketika malam menjelang “duerr..!.
         Ketika tong-tong minyak yang meledak dan bunyinya menghiasi udara, ada sekor Kucing berdiri diatas tembok berwarna coklat putih, seperti hewan kebingungan. Orang-orang pun menyempatkan diri memberi sebuah isyarat kepada si Kucing itu “pus..pus…mreneo, engko awakmu kenek geni engko mreneo pus..( puss..puss.., sini puss…nanti kamu kena api puss…sini..) tetapi yang namanya binatang, si Kucing itu tidak mengerti apa maksud kata orang tersebut, dan langsung lari menjatuhkan diri dibalik tembok. Orang-orang pun hanya berguman juga tak sedikit yang merasa kasihan melihat nasib si Kucing itu “Wah… ngesakne rek… Kucing kuwi mau.. mesti kobong kenek’an genine…( wah…kasian sekali kucing itu ya.., pasti terbakar kena api..)” ungkap salah satu diantara kerumunan orang.

         Pada saat bingung-bingungnya situasi, tetapi benak si Kucing belum hilang dari pikiran orang-orang, tiba-tiba dari arah balik tembok muncul sosok ‘si Kucing yang melompat tadi sambil ‘menggigit ikan pindhang di mulutnya “meong..” tak ayal orang-orang pun ada yang kaget juga sekaligus ada yang merasa senang langsung berucap “ooo… lha iki kucinge..!! ( ooo…itu kucingnya..!! ) dan si Kucing pun untuk yang kedua kalinya melompat lari, tetapi tidak jatuh di balik tembok di kobaran api, melainkan lewat di tengah sela-sela kerumunan orang.“Tibakno kucing mau nyeblok nyang geni mbharai eruh pindhang…( ternyata kucing tadi menjatuh kan diri di kobaran api sebab tau di depannya ada ikan pindhang..) dan suasana hiruk pikuk kembali seperti semula… welll..wel…



wedhus - wedhus...

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 17 Juni 2012 pukul 12:34
WEDHUS-WEDHUS

       Dahulu ada sebuah tempat yang dinamakan oleh orang-orang dengan istilah “wedhus-wedhus”. Tak ada yang tahu kenapa kok tempat tersebut dinamakan dengan nama yg demikian, yang jelas pada waktu itu banyak sekali kambing yang berkeliaran , dan wedhus (bhs. Jawa) yang berarti kambing memang melekat pada tempat itu. Mungkin karena banyaknya kambing yang berkeliaran, orang-orang lalu menamakan tempat itu dengan sebutan “wedhus-wedhus”.
       Tempat tersebut berada di Lor Pasar /Utra pasar Baroe Pare, kambing yang diumbar (dibiarkan lepas) itu jumlahnya banyak, sampai-sampai pada waktu itu berkeliaran disekitar Utara pasar dan masuk ke dalam Stand sayur untuk mencari makan sayur-sayur yang sudah dibuang di tempat sampah.
       Banyak sekali bocah kecil berambut cepak mengejar-ngejar anak kambing yang dinamakan “Cempe” dan dapat dipastikan bila sehabis mengejar-ngejar anak kambing tersebut, telapak kaki mereka pasti menginjak “srinthil”/ kotoran kambing yang bentuknya kecil bulat mirip kacang…ha…ha..ha
       Bila hari menginjak sore di dekat “wedhus-wedhus” selalu ramai bakul-bakul berjualan yang konsumennya kebanyakan bocah-bocah kecil, ada bakul permen abang, bakul brem, dan bapak yang menyewakan gembot / game watch, bakul-bakul tesebut bubar menjelang maghrib bersamaan dengan kambing-kambing yang pulang ke kandang setelah seharian mencari makan, dan sekarang  tempat tersebut sudah menjadi perkampungan yang padat, sehingga cerita tentang tempat bernama “wedhus-wedhus” sudah tidak pernah terdengar lagi di tempat tersebut.




Jajan kok diberi nama ( he..he..he.., maaf ) Telek kucing

         Barang kali ini nama jajan yang namanya sangat tidak sopan tetapi mempunyai rasa manis dan membuat kita ingin ‘ngemil trus. Bayangkan ! ( sambil memejamkan mata juga boleh..  ), wong jajan kok diberi nama (he…..he…..maaf) “Telek Kucing”, kan jorok? Memang! Tetapi seperti peribahasa ‘apalah arti sebuah nama kalau jajanan yang bernama ‘telek Kucing ini bisa memaniskan mulut dan menghangatkan suasana.
         Dulu di perkampungan dijual dengan kemasan plastik dan dijual dengan harga Rp 25,- sedangkan bentuknya seperti sebuah ‘kepompong’ kupu-kupu berwarna putih, bila pada waktu hari raya Idul Fitri setelah sembahyang id di masjid, anak-anak melanjutkan dengan mencium tangan kedua orang tua atau mbah-mbah yang dituakan di daerah masing-masing dalam tradisi jawa istilah tersebut dinamakan ‘sungkem untuk menghormati, selanjutnya langsung beramai-ramai menyantap jajanan yang telah disediakan di meja. Salah satu diantaranya adalah jajanan ‘Telek Kucing’ yang ditaruh di lodhong (stopless besar) bersanding dengan keciput dan madu mongso.

kandang macan

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 11 Juni 2012 pukul 18:01
  • Anak-anak Menamakan
    dengan Sebutan Kandang Macan

           Sekolah Teknik (ST) yang sekarang berganti namanya menjadi SMPN 4 Pare dan terletak di sebelah baratnya Pasar Pamenang  ini mempunyai sebuah ruangan kelas yang dulu dinamakan oleh Para murid-murid dengan sebutan “Kandang Macan”.
           Jangan bayangkan kelas ini dengan suasana hutan rimba yang dipenuhi keluarga harimau (macan) seperti yang terlihat dalam film tarzan king of the jungle, kelas yang berada di sebelah selatan dekat kantin sekolah ini dinamakan dengan istilah “kandang macan”, karena pada waktu itu kondisi kelas terutama jendela buat ventilasi keluar masuknya udara yang mengelilingi kelas tersebut berupa “gronjong dari kawat” belum di pasang kaca. Jadi bisa anda bayangkan betapa gampangnya para murid melihat suasana di luar kelas pada waktu itu, persis sebuah lyric lagu dari bang Iwan fals yang berjudul “Jendela kelas satu” lyricnya begini bila anda ingin bernostalgia.

           Duduk di pojok bangku deretan belakang
           Di dalam kelas penuh dengan obrolan.
           Slalu mengacau lagu khayalan
           Dari jendela kelas yang tak ada kacanya.
           Dari sana pula aku mulai mengenal seraut wajah berisi lamunan

    Kau Datang membawa
    Sebuah cerita
    Darimu itu pasti, lagu ini tercipta…

           Kelas ini dibagi menjadi 2 sub, bagian barat dan bagian timur, menghadap ke utara, ruang kelasnya sangat lebar seperti sebuah aula buat latihan dan pertemuan, tetapi sangat panas buat ditempati, dan bila para murid kedapatan giliran menempati ruang kelas tersebut, buku-buku para murid untuk pelajaran waktu itu dapat dipastikan “kusam dan acak-acakan” atau “lungset” dalam bahasa Djawa, karena sebagai ganti kipas untuk menyegarkan.
           Di depan kelas “kandang macan” ada sebuah pohon beringin yang besar, dibawahnya dibuat tempat buat duduk-duduk di pagi hari buat belajar, sambil menggoda murid-murid perempuan yang pergi ke kantin, dan sesekali mendengarkan suara burung-burung kecil yang ada di pohon beringin tersebut.
           Bila bel pulang mulai berdentang, para murid melangkah pulang dari sekolah sambil menoleh-noleh ke belakang memandang kelas mereka, dan bernyanyi “jingle”.
           Kandang macan kelas tua yang usang ….”
           Tapi di dalamnya, banak murid-murid yang hebat !


Camilan Madu mongso Dibungkus  Kertas layangan

       Ini dia jajanan yang biasanya ditunggu-tunggu bila Hari Raya tiba. Jajan yang terbuat dari ketan hitam ini memang manis dan enak dibuat camilan. Jajajan ini sering disebut oleh orang-orang dengan istilah “madu mongso”. Madu untuk mengkhiaskan atau menggambarkan bahwa makanan tersebut terasa manis, sedangkan “mongso” yang berarti bulan / wayah yaitu untuk menggambarkan bahwa makanan tersebut adanya di hari-hari tertentu saja seperti : Hari Raya, Hari Perkawinan, Hari Selamatan dll.
       Akan tetapi terkadang ‘madu mongso bisa terdapat kapan saja, dulu di perkampungan juga ada yang menjual “makanan ini dengan harga Rp. 25,- dapat 2 biji. Sedangkan cara mengemasnya juga ‘simple, satu buah madu mongso di bungkus dengan kertas minyak yang berwarna abang, kuning lan ijo (merah, kuning dan hijau). Kertas yang biasa dipakai untuk layang-layang ini ujungnya ‘diguntingi dengan bentuk “sliwir-sliwir”. Sesudah itu ditaruh di dalam lodhong (stoples besar) beres deh…so..what are u wating for? Lets chek it out !.

Tembang Sore-Sore Buat Anak-Anak Bermain

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 1 Juni 2012 pukul 13:18
Tembang Sore-Sore Buat  Anak-Anak Bermain

Aja turu sore kaki…
Ana dewa nganglang jagad…
Nyangking Bokor kencanane..
Isine donga tetulak..
Sandhang kelawan pangan…
Yaitku bagiyanipun…
Wong melek sabar nerimo…”
         Dahulu para orang tua-tua sering ‘menasehati anak-anak pada waktu bermain di halaman bersama-sama, para orang tua yang sudah berusia lanjut dan giginya banyak yang tanggal itu sering ngomong kepada gerombolan anak-anak dengan nyanyian tembang Asmaradana. Sambil menembang dengan suara yang mengalun ayem membuat gerombolan anak-anak yang sedang bermain berhenti sejenak sambil memperhatikan si embah yang terus menembang.
         Tembang tersebut mempunyai sebuah isyarat, atau maksud agar janganlah sering tidur di waktu sore karena pada waktu sore yang didukung dengan rembulan yang lagi gedhe-gedhenya merupakan sebuah waktu yang membuat kita semua menjadi bahagia, “Bahagiane teko endhi mbah…? ( bahagia nya berasal dari mana mbah? ) Barangkali itu yang ada di benak sebagian anak yang penasaran ingin tahu. “Bahagiane kabeh iso kumpul karo konco, dulur, sanak lha..pas awak’e dewe kabeh iso kumpul, kui iso nekakne rejeki kareo sing sipat’e hiburan.., rejekine awak’e dewe  kadang yo oleh panganan kanggo dipangan bareng-bareng..lha hiburane awak’e dewe kabeh iso podho guyonan… ( Bahagianya kita semua dapat berkumpul dengan teman, saudara, dan keluarga dimana pada waktu berkumpul kita semua akan mendapatkan banyak rejeki dan hiburan, rejekinya berupa banyak makanan sedangkan hiburan nya adalah banyak guyonan)”. Begitu kira-kira yang hendak ingin disampaikan orang tua – tua kepada anak-anak.

Selain ndog puyuh juga ada manisan dan gedang goreng

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 31 Mei 2012 pukul 10:45
Selain ndog puyuh juga ada manisan dan gedang goreng

         Dahulu sering lewat  Bapak penjual Ndog Puyuh (telur puyuh) dan selalu memasuki perkampungan yang ada di kota Pare. Selain Telur puyuh bapak tersebut juga membawa makanan ringan lainnya, seperti kacang asin, manisan, weci, dan gedang goreng, yg menjadi favorit anak- anak di perkampungan yaitu gedang goreng karena selain harga nya murah jajan tersebut ukurannya juga besar dan membikin perut padat dan berisi.  o ya…membicarakan tentang gedhang goreng ternyata kata “gedang” konon adalah sebuah kata serapan dari bahasa Belanda, ceritanya begini :
         ” Dahulu Pada zaman penjajahan kompeni Belanda, para petani diwajibkan berkebun untuk memenuhi tuntutan orang Belanda. Diantara salah satu yang mereka tanam adalah buah pisang (Gedang), dan petani terebut menawarkan hasil tanamannya (pisang) kepada orang Belanda untuk dimakan. Ternyata orang-orang Belanda menyukai buah pisang tersebut dan berkata kepada petani tersebut “Gud dankee” artinya “enak…terima kasih” dan sejak itu mungkin kata “Gud danke” perlahan-lahan tersebar dan diucapkan oleh orang Jawa menjadi ucapan “Gedang”.
         Untuk satu bungkus telur puyuh isi 2  Rp. 50,- dan yang berisi 5 butir telur Rp. 100,- Bapak tersebut menjajakan barang dagangan nya dengan membawa keranjang kecil buat menaruh telur, dan makanan lainnya, termos berwarna hijau buat esnya serta  lonceng kecil yang berbunyi “Inting-Inting”.
         Selain berkeliling di kampung-kampung ditempat bocah-bocah kecil bermain, tak jarang juga bapak tersebut mendatangi acara-acara dadak’an seperti layar tancap gratis yang dulu sering diadakan di lapangan Polres. Pasar malam yang ada dermolen nya, yang pada waktu itu sering diadakan di lapangan persendo sebelah utaranya ringin budho, kalau menjajakan dagangannya iramanya terdengar seperti ini “Ae…ndoge…ndoge, dnog puyuh, kacang asin manisan, slawean, nyeketan ambek nyatusan…( ayo.. telurnya..telurnya, telur puyuh, kacang asin, manisan Rp 25an, 50 an sama Rp 100 an..)”.

Pak Men Nimbo, Geleme Duit Gedhi Limo

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 28 Mei 2012 pukul 11:38
Pak Men Nimbo, Geleme Duit Gedhi Limo

         Dulu di utara Pasar Baroe Pare ada seorang yang sering dipanggil dengan sebutan “Men Nimbo”, laki-laki yang telah berumur dan selalu mengenakan sarung dan songkok yang diarahkan kesamping ini dipanggil demikian sebab setiap hari disuruh warga sekitar untuk “menimba air yang ada di sumur’, dan pada waktu itu di kampung-kampung lor pasar, Kauman dan sekitarnya masih dijumpai sumur-sumur tradisional yaitu sumur-sumur yang kalau kita mengambil air harus menarik dengan karet ban dan di bagian yang ujung karet ban itu diikat sebuah ember buat tempat menampung air, sedangkan sumur pompa pun masih sangat jarang ditemui di kampung itu.
         Setiap satu kamar mandi Pak Men meminta uang Rp. 5,- alias Manbo ‘liman ombo sebanyak lima buah, pokoknya nominalnya harus berjumlah Rp. 25,- , pernah pada suatu ketika ada salah seorang warga menyuruh Pak Men dan memberi uang Rp. 50,- sebagai ungkapan terima kasih, tetapi Pak Men malah urung dan tidak mau menerima uang pemberian itu.
         “Emooh aku…, aku gelem’e mek duet gedhe sing enek gambare manuk kabeh’e limo endhil…”.
         (Nggak mau aku …., saya maunya cuman uang besar yang ada gambar burung, pokoknya semua berjumlah lima buah saja…)” Begitu jawab Pak Men dengan bibir ‘ndomblenya. Ternyata dan ternyata… ,setelah diketahui Pak Men hanya mengetahui uang berbentuk besar (Uang Rp. 5,- atau Manbo liman ombo) yang ada gambar burungnya. Selain uang tersebut ia enggan menerimanya dengan sebuah alasan yang simple yaitu “uangnya bentuknya kecil..itu saja !
         Warga pun baru menyadari, baru pada keesokan harinya bila menyuruh ‘Pak Men untuk menimba air lagi, warga memberi uang yang ‘bentuknya besar berjumlah ‘sepuluh buah, Pak Men pun girang dan uang-uang pemberian warga diselipkan ke ‘celah songkok yang selalu dikenakan dalam posisi ke arah samping.
         Sering pada waktu hari Jum’at Pak Men sembahyang di Masjid Taqwa yang terletak di sebelah timur Pasar Baroe dan duduk di dekat Bedug Masjid sambil matanya terkantuk-kantuk, kalau disuruh makan… Pak Men orangnya seperti bukan orang pada umumnya orang, satu wakul nasil (wakul = tempat nasi) bisa masuk ke dalam perutnya, dan bila waktu senggang terkadang Pak Men meluangkan waktunya dengan mengaji syiir’an djawa, sedangkan kalau tidur selalu dalam posisi duduk dan sering mendengkur.
         “Pak Men….” Teriak Seorang anak menggoda
         “Embuh….!” Jawab Pak Men sambil memalingkan wajahnya
         “Pak Men…” teriak anak yang satunya lagi menggoda sambil berjalan
         ”Awan-awan rame ae… ( siang – siang bikin rame aja..)” jawab Pak Men kesal.


kucingku...

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 28 Juni 2012 pukul 17:25
KUCINGKU TELU


Kucingku telu…
Kabeh lemu-lemu
Sing Siji Abang..
Sing Loro klawu..
Meong-meong, tak pakani lonthong..
Adikku seneng, kancaku ndhomblong…

Lagu dolanan kucingku telu memang kerap terdengar di kota Pare pada waktu itu (bahkan sampai sekarang mungkin lagu tersebut masih sering terdengar), biasanya lagu “kucingku telu” dinyanyikan bocah-bocah diwaktu padhang mbulan/ bulan lagi gedhe-gehenya, juga terkadang dibuat “nguru-nguru atau menina bobokkan bocah kecil bila lagi rewel dan tidak bisa tidur.
       Entah siapa yang menciptakan lagu “kucingku telu”, yang jelas folk song satu ini sudah ada ketika kakek nenek kita masih suka bermain di halaman bersama kawan2nya dan kehadiranya selalu memberi kehangatan suasana bersama semilir angin.
       Syair dan iramanya yang sederhana seakan memberi nasehat buat bocah-bocah agar selalu sayang terhadap Kucing, karena Kucing memang salah satu hewan yang banyak dijumpai di kota Pare.


 Nada Isyarat Buat Para Piaraan

         “Kur…kur…kur…, ri….ri….ri… !!!”
         Irama nada tersebut sangat khas, dengan suara yang keras sering terdengar di kampung-kampung dan pedusunan, biasanya irama tersebut sering dikumandangkan pada waktu pagi dan sore hari. “Ri…ri…ri..” adalah irama yang dikhususkan untuk memanggil bebek, sedangkan “kur..kur…kur.. “ biasa untuk memanggil seekor “pitik alias ayam piaraan.
         Pada waktu memberi makanan irama tersebut dikumandangkan, maka kemudian berdatangan ayam-ayam dan bebek piaraan itu. Untuk menu utamanya cukup jagung dan menir terkadang diberi serbuk “katul dan dedak”. Sedangkan untuk tempat makanan tidak usah repot-repot, cukup disebarkan di halaman belakang, karena piaraan semuanya “diumbar (dibiarkan lepas dari kandang) alias dalam istilah djawa nya yaitu “Sobo berkeliaran mencari makanan di kebun-kebun. Kebanyakan untuk jenis ayam yang “Sobo adalah ayam kampung.berjenis : Pitik walik, pitik kate, dan pitik trondhol ,semuanya  berkokok dan berkotek menambah ramainya suasana kebun yang ada di halaman belakang  .
         Tak jarang ayam-ayam ini bertarung untuk memperebutkan ayam betina dan selalu diakhiri dengan larinya pejantan yang kalah. Bila anda ingin mengamati ayam tersebut, mereka mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
         a.   Pitik Jowo            :  Ayam kampung biasa seperti yang biasa kita lihat sehari-hari
         b.   Pitik Walik          :  Ayam piaraan yang mempunyai bulu-bulu terbalik, anda bisa membandingkan dengan sebuah sulak yang biasa buat bersih-bersih.
         c.   Pitik Kate             :  Ayam piaraan yang mempunyai ukuran badan kecil, dan kerdil. Untuk jaman perjuangan kemerdekaan tahun 1945, tentara Jepang selalu disamakan dengan “ayam kate ini. Orang tua-tua dulu biasa mengungkapkan kata-kata begini “Joko kate, koyok Jepang ae… (perjaka kecil…, seperti tentara Jepang aja)”.
         d.   Pitik Trondhol      :  Ayam  piaraan yang pada bagian lehernya tidak ada bulu sedikitpun, sehingga mirip dengan petinju Myke Tyson yang lehernya gundhul, hanya rambut bagian atas kepala saja yang ada, dan itupun hanya sedikit.
         Bila hari menjelang sore, irama tersebut kembali dikumandangkan sebagai isyarat  agar para piaraan tersebut pulang ke kandhang / “ngombong”kur … kur … kur … ri … ri … .ri..”.

Radio Telesonic 'Horog - horog ..."

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 7 Juli 2012 pukul 18:06
Radio Telesonic “Horog-Horog”

“Murah Sandhang Pangan… Segeer kuwarasan”

         Mendengar sebuah tembang yang tertulis diatas kita akan membayangkan penyanyi sinden’nya yang sudah berumur, memakai kain jarik batik dan kebaya serta gelungan rambut yang agak besar, sesekali dengan wajah yang sedikit ramah, dan kemayu, tetapi suara tembang tersebut dulu sering terdengar di sebuah radio tua yang dipakai orang-orang tua menemani bersantai pada waktu lenggang. Radio tua ini banyak terdapat dikampung-kampung pada waktu itu, dan selalu berada disamping bantal.
         Radio Telesonic Horog-Horog ..ya, kenapa ? aneh ya..? kok ada horog-horognya? Karena horog-horog adalah sekedar kata tambahan nama yang diatributkan pada radio tua tersebut, karena pada waktu membesarkan volume / menghidupkan, radio tua itu selalu berbunyi “Grog…” atau “hrog..” sehingga sering memberi suara gaduh “pokok’e  gembrudug (bergemuruh) nik pas wayah di kak’ne..( pokok nya suaranya itu bergemuruh bila pada waktu radio itu mulai di hidupkan..)”.  kata orang-orang yang mempunyai radio telesonic pada waktu itu.
         Gagang buat pegang’an terbuat dari “stainless besi”, juga ada “thok-thok (stempel)” bertuliskan Telesonic, sedangkan di sebelah kiri atas ada tulisan “telesonic super solid state” dan di bawah volume juga ada tulisan “super sensitivity selectivity fidelity”.
         Seperti warna botol buat tempat garam, radio tua tersebut berwarna hijau tua. Pada bagian belakang tutupnya terbuat dari bahan sejenis hardboard yang ada peringatan “please instaal four flashlight batteris as indicated” yg bermaksud bahan untuk menghidupkannya dengan baterai besar sebanyak 4 buah.
         Radio tua ini juga sering dibawa di depan rumah buat menemani jagongan sembari minum wedhang kopi bareng-bareng yang telah disediakan di “ceretblirik, untuk urusan merokok, rokok yang disediakan rokok berjenis klobot yang tidak ada filternya seperti rokok tjap alang-alang, rokok tjap sukun dan tjap gentong, bahkan terkadang ada yang membawa tembakau sendiri dan dilinting pelan-pelan menggunakan kertas sigaret bergambar rumah burung dara.
         Dibawah sinar bulan purnama dan sejuknya angin malam siaran RRI spt  wayang kulit dan ludruk selalu memeriahkan susana jagongan yang terlihat guyup sampai menjelang fajar.

Sabtu, 23 Maret 2013

Mbah boyong si ratu kucing pada waktu itu

Mbah boyong si ratu kucing pada waktu itu

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 13 Juli 2012 pukul 13:50
MBAH BOYONG SI RATU KUCING
PADA WAKTU  ITU

       Mbah boyong adalah sebutan dari warga utara Pasar Baroe Pare / Lor pasar untuk seorang gepeng perempuan yang kerap duduk di sebelah selatannya Toko Wali Aji (sekarang toko tersebut bernama Toko Firdaus) setiap sore menjelang magrib.
       Bila anda bingung kenapa kok dipanggil dgn sebutan Mbah Boyong, kenapa kok bukan Mbah anu.. Mbah itu…dll. Sebab penampilan Mbah Boyong persis seperti suku gipsy yang ada di film-film telenovela, dengan dandanan yang ‘Gembrendhel, berkerudung dan memakai anting-anting serta kalung besar yang lumayan banyak bersama dengan barang-barang bawaannya dan Kucing-kucing yang selalu mengikutinya..komplit deh pokoknya.
       Ketika hari menjelang malam, mbah boyong “Sang Ratu Kucing” ini kerap seperti orang yang sedang “nembang ngelantur dan bernyanyi lirih, juga terkadang melakukan sebuah kegiatan kecil dengan membakar sampah-sampah yang berserakan (mungkin buat menghangatkan badan) ditemani Kucing-kucing yang selalu menemani).
       Kerapkali ibu-ibu di utara Pasar Baroe menakut-nakuti anaknya dengan berkata “engko nik awakmu panggah nakal ae… tak kon ngancani Mbah Boyong ben dadi anake..” kata sang ibu. Sebab konon kata orang-orang sekitar Mbah Boyong sering tertawa meringis bila melihat bocah-bocah kecil yang nakalnya minpa ampun
       Kurang lebih tahun 1989-1993 Mbah Boyong menghilang di Kota Pare, ketika Pasar Baroe Pare kebakaran yang ke-2 dan Pasar situasi pasar mulai direnovasi yg kemudian menjadi cikal bakal Pasar Pamenang Pare yang tetap berdiri sampai saat ini.





Bedanya ‘kemplang dan ‘gemplang..

         Namanya “kemplang lho… bukan gemplang, sekilas 2 kata tadi hampir sama dan “kemplang” memang betul-betul nama jajan… its real man !, sampai sekarang ‘kemplang masih eksis di perkampungan seperti Teoleongredjo, Kauman, gg. Wilis, Pulosari, sampai koplakan. Sementara kalau “gemplang” itu adalah sebuah ungkapan untuk “melempar barang dengan ekspresi yang amat kesal. “Tak gemplang dingklik engko.. (tak lempar kursi nanti…)” begitu bunyinya bila seseorang lagi sangat kesal hehe.., entah itu kursinya dilempar atau tidak sebaiknya kita tanyakan saja kepada rumput yang bergoyang
         Nah… kembali ke jajan “kemplang tadi, biasanya “kemplang” terbuat dari pati terigu, yang digoreng kering, lalu ditaburi gula pasir yang tebal. Jadi jajan kemplang tersebut rasanya sangat manis.
         Sampai saat ini jajan ‘kemplang masih eksis alias ‘still survive from the modern food’s attack. Selain di perkampungan jajanan “kemplang bisa disapatkan dibakul ‘Tenong yang menjajakan dagangan di dalam pasar pemenang bercampur dengan aneka jajan goreng lainnya … enjoy it.



Shalat tarwih.., salah sasaran ...Sugeng angayahi titi wanci Ramadhan ..

Shalat tarwih.., salah sasaran ...Sugeng angayahi titi wanci Ramadhan ..

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 23 Juli 2012 pukul 23:00
    Shalat tarwih , salah sasaran….. Sugeng  angayahi  titi wanci ramadhan..

Bulan ramadhan datang.., banyak kesibukan di perkampungan  yg ada di kota pare, ada yg  bagi2 kue apem buat megeng’an, trus ada yg ‘nyekar ( mengirim bunga dan doa di makam para leluhur) dan ada yg jagong’an menunggu datangnya shalat tarwih.  Seperti biasanya bila pada minggu2 pertama, setiap ‘langgar dan masjidyg ada di perkampungan selalu dipenuhi dengan jama’ah shalat tarwih, tua muda laki2 dan perempuan datang ke masjid berjubel – jubel, tak ketinggalan juga dengan anak2, pergi shalat tarwih sambil bersorak dan mengalunkan Syii’ran djawa ( puji- pujian yg di kumandangkan sebelum sholat di mulai ) selalu berkumandang :

                               “ Niat ingsun poso wulan romadhlon….
                                  Tutuk’o sedino sesuk…
                                  Anekani… fardhlu’ne wulan ramadhan…
                                  Ikilah taun… , krono Allah ta ‘ ala …”
                                  ( Hamba niat puasa bulan ramadhan…
                                   Kuatkanlah niat hamba sampai esok..
                                   Dengan datang fardhlu’nya bulan ramadhan..
                                   Inilah tahun.., kupersembahkan kepada Allah ta’ ala )

Namanya juga anak2, di tengah syiir’an sedang berkumandang, mereka seringkali berguarau dengan teman2 nya ( kalau sekedar berbicara lirih tidak mengapa, tetapi anak2 bergurau sehingga menimbulkan suara yg amat gaduh ), dan itu membuat Bapak pengawas masjid ( ta’mir ) tak henti- hentinya memperingati anak2  dengan sebuah isyarat “ Sssstttt…! “ yg berarti disuruh diam atau dengan kata2 “ Ojo rame…! “ yg berarti tidak boleh ramai.
Naaahhh…. Kejadiannya pada waktu itu anak2 yg selalu bikin gaduh menggoda bapak pengawas masjid ( ta’mir ) yang siap siaga sambil menirukan ‘sebuah isyarat yg biasa Bapak pengawas masjid tunjukkan kepada anak2 “ Sssstttt….! “ merekapun berpura pura melaksanakan Sholat ketika bapak pengawas datang menghampiri, dan itu membuat Bapak pengawas yg merasa’ di goda’ oleh anak – anak mendatangi tempat anak – anak itu “ Ayo…sholat…., nik gag sholat ora usah rame ae….!! ( Ayo…sholat… , kalau tidak sholat mending diam aja…gag usah rame ..) “ begitu biasanya Bapak pengawas masjid memperingatkan anak – anak sambil ‘ Ngge- blek  ( memukul punggung ) dengan sadjadah di punggung mereka yg lagi rame, tetapi ternyata Bapak pengawas masjid tersebut lagi sial kelihatannya, ternyata bapak tersebut salah sasaran ‘ngge- blek  , yg dig e- blek ternyata orang yg sudah berumur, tetapi karena postur tubuhnya kecil…, jadinya mirip dengan anak – anak kebanyakan.
Bapak pengawas masjid pun segera meminta maaf kepada ‘ mas yg berperawakan kecil  dan mungil tersebut, “ wah…sepuntene ingkang katah nggih mas.., kulo anggit njeneng’an niku lare2, lha lare lare niku atur aturane uangel eram…. ( wah…, mohon maaf ya mas…, saya kira anda itu anak2 … lha anak2 tersebut kalau diatur sulit sekali mas…) “, kata bapak pengawas masjid kepada mas’e tersebut. Menyadari kesibukan bapak pengawas masjid tersebut, ‘ mas yg berperawakan kecil dan mungil menyahuti dengan nada yg lumayan kalem sambil meringis “ Mboten nopo nopo kok pak…, sampun di lebetne ing penggalih.. ( tidak apa – apa kok pak…, jangan di masukkan hati… ) “ anak – anak dan setiap orang yg berjama’ah tersebut tertawa cekikikan melihat Bapak pengawas masjid yg tiba – tiba Goblok mendadak melihat kejadian itu.

Shalat tarwih pun selesai.., dan kemeriahan berlanjut dengan tabuhan  ti’dur ( memukul kentongan dan bedug masjid ) , selain itu biasanya juga ada tradisi ‘ murak ambengan ‘ ( makan nasi berkat bersama sama ) bila ada sebagian warga yg menghantar ‘ Ambengan di langgar dan masjid, sambil melantunkan Syii’ran dan tadarus bersama mereka ‘ murak ambengan bersama – sama sambil guyon dan guyub rukun….” Niat ingsun poso wulan ramadhan……, tutuk’o sedino sesuk…., anekani fardhlu’ne wulan ramadhan…, ikilah taun krono Allah ta’ala……”.

Yuk .... mangan krupuk .. ( yuk... makan kerupuk ...)

Yuk .... mangan krupuk .. ( yuk... makan kerupuk ...)

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 30 Juli 2012 pukul 18:34
Opak Sermier ( Bentuknya Seperti Piring )

         Jajanan ini selalu menghiasi, bila di kota Pare didatangi rombongan pasar malam yang ada ‘dermulennya, seperti tontonan : ombak banyu, tong edan, komedi putar, rumah hantu, jinontro (bianglala) dll. Rombongan pasar Malam ini dulu biasa di gelar di lapangan Persendo (sekarang Taman kota), lalu di pindahkan di tanah kosong di sebelah timurnya Koramil. Nama jajanan ini adalah Opak sermier, penjualnya sepasang suami istri yang sudah agak berumur, terkadang selain menjual opak sermier kakek dan nenek ini menjual ‘glali dan ‘kerupuk kotak yang dikasih sambal seperti petis.
         Bentuk opak sermier ini bulat dan agak besar, anda bisa membandingkan dengan sebuah piring, kalau digigit akan berbunyi “krak. Sementara untuk bahan kelihatannya terbuat dari ketela yang telah diiris-iris tipis dan dibentuk agak bulat besar, kemudian dikasih bumbu dan sedikit daun ‘sledri, kakek dan nenek ini berjualan agak menjauh sedikit dari tempat arena ke tempat yang agak gelap, penerangannya dengan menggunakan ‘ublik (kaleng yang diberi sumbu dan di dalamnya dikasih minyak) terkadang lampu ‘teplok  yang tidak sebegitu terang. Dulu kakek dan nenek ini jualan opaknya selalu berdampingan dengan paman yang mengadakan permainan ‘Garengan’ atau ‘othok’ permainannya dengan cara kita bertaruh memasang pada sebuah gambar yang telah disediakan, biasanya gambar tokoh pewayangan seperti : semar, gareng, petruk, lan bagong. Setelah itu gasingnya diputar bila berhenti pada sebuah gambar yang telah kita pasang maka kita akan mendapat sebuah hadiah yang telah ditentukan.

Kerupuk Romolio ‘duet bersama rujak manis

         Kerupuk yang satu ini biasanya bergandengan dengan ‘rujak manis, dan pada waktu itu diperkampungan satu ‘pincuk rujak manis cukup merogoh kecek saku cuman Rp 25,- saja. Ya……cuman Rp 25,- dan selalu di’duetkan dengan kerupuk ketela ini.
         Namanya kerupuk ‘Romolio, ketela yang telah diiris-iris menjadi bagian yang kecil itu dijemur di bawah sinar matahari, kemudian pada bagian tengahnya lalu dikasih pewarna dari bahan ‘sumbo, warna ‘sumbonya bisa merah, kuning, dan hijau tergantung dari selera pembuatnya., tetapi kebanyakan ‘berwarna merah. Sesudah ketela itu kering tinggal digoreng di sebuah wajan besar yang perapiannya masih menggunakan kayu bakar dan ‘serbuk kayu bernama ‘grajen.
         Selain duet dengan rujak manis, kerupuk romolio ini terkadang juga dijual dengan kemasan bungkusan, satu bungkus plastik juga masih Rp 25,- tetapi lama kelamaan nama ‘Romolio terlalu sulit diucapkan oleh sebagian orang, jadi untuk mempermudah dan mempercepat pelafalan, kerupuk ini lalu disebut dengan nama kerupuk ‘telo saja.




A short story's of the Bejo and Gilang

A short story's of the Bejo and Gilang

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 1 Agustus 2012 pukul 19:20
“Ikut program job interview aja…., kelasnya santai …(  A short story's Bejo and Gilang  ) “


  Pagi masih berselimut kabut tipis, membasahi pucuk – pucuk daun mangga yg sesekali rontok, suara syi’iran ( puji – pujian ) dari langgar terdekat terdengar bersenandung khidmat menandakan rutinitas pagi di kampung inggris pare mulai beraktifitas. Kokok ayam jantan dan burung – burung kecil di pohon mangga mulai bertambah ramai, suara induk ayam “ kruk…” dan kicauan jernih burung prenjak “ cemplik…cemplik…” mulai mendominasi suasana di kampung itu ( seperti pasukan orc dan uruk hai pada waktu menyerang ‘ Helm’s deep di film trilogy the lord of the rings ), bejo pun mulai mempersiapkan catatan kecil dan buku ‘ vocabullary yg dibelinya kemarin malam di toko buku depan khursus’an dekat langgar, iapun mulai berfikir “ ambil program apa ya..? kemarin final test speaking , vocabullary ama pronounciation aja sebenarnya untung – untungan bisa lolos.., dilain itu aku paling susah kalau hafalin vocabullary yang jumlahnya bisa bikin kepala meledak’ kaya diserang ribuan bomb napalm…, ah…what the hell lah..yang penting mandi dulu trus sarapan , habis itu pilih – pilih program di office..” . bejopun bergegas masuk kamar mandi, sebelum anak – anak lain yang kost di tempatnya ‘fatherland atau panitia hari kiamat ( salah satu julukan terhadap pemilik kost di kampung inggris pare , seorang bapak bertubuh gempal dan selalu pasang ekspresi mringis menakutkan , bahkan kalau dipikir – pikir lebih sangar’an fatherland daripada tokoh Hulk di comic marvel ). Air terasa dingin, dan mulai mengguyur badan bejo.
   “ Wooiii…. Gantian nik adus cuukk..! ( oi..gantian kalau mandi teman ! ) , anak –anak yang merasa antri diluar seperti tak sabar menunggu bejo yang lebih duluan mandi sambil bersiul penuh kelega’an, “ Iyo…sik cuukk..! sing sabar.. it’s your bisnis.., salahe tangi gag gelem rodhok mruput…( iya…sebentar kawan.., itu urusan kalian.., salah sendiri gag mau bangun lebih awal..) “ jawab bejo dengan nada santai masih sambil bersiul lagu ‘ pagi yang indah sekali ‘ dari koes plus, tak peduli dengan keadaan anak –a nak yang di luar yang semakin tambah ‘Ngghrundel ( bergumam ) tidak karuan, lalu…sebuah kerikil melayang dan tepat mengenai pintu kamar mandi yang terbuat dari gembreng / seng “ Dhueeennggg …!!! “ suara yang bisa bikin orang jantungan bila mendengarnya dan membuat bejopun spontan ‘misuh – misuh ( mengumpat ) dengan irama yang agak manis didengar “ Diancuuukkk….asu…., iyo – iyo ..aku tak’ mentas ( hiaa… iya – iya…aku sudah selesai nih..) “ , anak –anak diluarpun tertawa geli melihat melihat tingkah bejo yang mendadak ‘gendandap’an ( tergesa – gesa ) sambil menenteng handuk yang masih basah, “ wis… ndhang adus – adus kono…, ojo mbulet ae koyok entut ( sudah… cepetan mandi sana.., jangan berputar – putar kaya’ kentut..)” ungkap bejo dengan irama nada di’ santai – santaikan , walau berani taruhan , dia pasti kesal karena kaget dengan suara pintu yang terbuat dari ‘gembreng tadi kena lemparan kerikil ulah teman – teman nya.
   Oke… oke…, kaya’ nya semuanya sudah bersiap – siap , bejo dan tiga teman nya yaitu : Big pa- pa yang berbody tambun ala santa claus yang cocok jadi judul lagunya band melodic punk asal jogjakarta ‘Endank Soekamti’ --- pejantan tambun, trus ivan kabayan anak dari cianjur yang nge- fans dengan artis korea super junior bahkan matanya yng sipit dan rambutnya yang disemir kuning menambah kesan komplit seperti artis korea, lalu ‘mister thinking ( karena sebelum ngomong selalu berpikir dengan sangat exstra , sehingga kalau ngomong kaya’ orang gagap ). Merekapun mencari sarapan nasi kuning di JL. Brawijaya yang mulai agak rame di penuhi anak – anak kost yang berlalu lalang naik sepeda onthel bekas bersama – sama , di waktu asik – asik nya sarapan pagi bersama tiga rekannya, bejo melihat keselatan jalan lewat si gilang perempuan kecil mungil teman sekelasnya di speaking 1, gilang adalah perempuan pendiam tapi dia menyenangi music dan band –band punkrock kaya : Ramones, Greenday, Rancid, NOFX, Rufio, Hi- Standard dll, kadang kalau berbicara iramanya pelan, tapi sedikit ‘klejingan ( konyol ) dan selalu mengikat rambutnya ke atas persis gelungan emak – emak pakai kebaya. Bejopun tidak meneruskan sarapan nya dan langsung membayar dengan uang pas di kasir, ketiga rekannya heran “ Arep nyang ndhi jo? ( mau kemana jo..? ) “ big – papa menanyai bejo “ sik… aku tak’ marani gilang dhisik…( sebentar.. aku mau menghampiri gilang dulu..) “ jawab bejo, “ engko nik wis mari mrene maneh ya.. ( nanti kalau sudah selesai kesini lagi ya..) “ ujar big – papa sambil mengunyah ‘ kerupuk urang yang belum habis di makannya.
   Setelah berlari, bejopun menghampiri gilang yang juga mau mengambil program, “ Lang… awakmu njupuk program opo..? ( lang..kamu ambil program apa ? ) “ bejopun bertanya kepada gilang sambil sesekali menendang batu – batu kecil yang menghadang jalan, “ aku dewe yo ijik bingung jo…, tapi aku kepingin njupuk ‘Job Interview …kethok’e menarik..( aku sendiri juga masih bingung jo.., tapi aku ingin ambil ‘ Job Interview .. kelihatannya program tersebut menarik ) “, gilang pun sambil melihat waktu di celulernya melangkah agak tergesa – gesa , “ Job Interview..? opo kui lang..? mosok menarik..? ( Job Interview..? Apaan tuh lang..? masa’ menarik..? ) “ bejopun penasaran dengan ucapan gilang mengenai program Job Interview. “ he’ eh, Job Interview kui enak pelajarane, engko kenek di gae ngelamar kerjo.., santai …santai.. pokok’e.. ( iya.. Job Interview itu enak pelajarannya, , nanti bisa di buat melamar pekerjaan , santai..santai.. pokoknya..) “ gilang pun dengan rasa percaya diri memberi sedikit illustrasi mengenai program Job Interview kepada bejo. Seperti memperoleh petunjuk dan jalan terang , bejo pun terus bertanya kepada gilang dengan antusias “ tenan to lang..? , mosok santai..? aku ra’ mudheng belas lo.. ( sungguh lang..? masak sih santai..? aku benar – benar tidak mengerti lo…)” , gilang pun berjalan berusaha meyakinkan si bejo, agar mau memilih program bernama ‘Job Interview tersebut “ Iyo..iyo.., wis to nik gak percoyo dijajal ae..( iya..iya.. , kalau tidak percaya di coba aja..) “ sahut gilang.
   Langkah kaki pun membelok diperkampungan, menurut cerita dari pinisepuh – pinisepuh asli kampung inggris, kampung tersebut dulu masih sepi’ mamring ( nyenyat ), belum ada yang namanya kost-kost an apalagi asrama di tempat tersebut, mayoritas penduduk ditempat bekerja sebagai petani disawah dan ladang, juga berdagang bumbon ( bumbu – bumbuan ) di Pasar Pamenang yang jaraknya masih sekitar satu kilo. Diselatan jalan masih terlihat sawah – sawah  menghampar dan menara masjid agung An – nur menyapa agak malu tertutup rindangnya kebun bambu, sehingga langkah kaki tersebut tak terasa sampai di kelas.
   Dengan langkah confident bejo dan gilang pun masuk kelas, Mr Tom mulai memberi pelajaran pagi itu, tepat pukul 07.00 WIB , sosoknya yang tidak terlalu tinggi namun berwibawa memberi kesan bahwa beliau adalah seorang yang disiplin sekaligus santai dalam mengajar “ O.k guys… let’s open our program with pray for God… the one and the only …. The Almighty for all ..”, suasana heningpun dimulai anak – anak yang mayoritas perempuan dan berjumlah tak lebih dari 12 anak tersebut mulai berdo’a menurut kepercaya’an masing – masing, tak terkecuali dengan bejo dan gilang, “ Finish…! “ Mr Tom memberi isyarat bahwa berdo’a selesai  dan mulai menyuruh anak – anak memberi Introduction for their self .
   Bejo dan gilangpun hanya bisa ‘plonga – plongo ( semacam ekspresi goblok mendadak ) , sebab melihat anak –anak yang berada di kelas Job Interview kemampuan speaking, pronounciation, grammar, dan vocabullary nya sudah berada di tingkat rata – rata, semuanya ngomong dengan speed kualitas speaking 4 dan bahkan speaking 5 , padahal mereka ( bejo dan gilang ) baru lulus dari final test speaking 1 kemaren, jadi kecepatan ngomong dan intonasi pronounciation masih dibawah layak, “ aduh…piye iki jo.., aku ndhredheg’ e…( aduh,,,gimana nih jo.., aku gemetar nih..) “ sahut gilang kepada bejo “ Ndhredheg piye tho lang..? ( gemetar gimana tho lang..? ), tanya bejo penasaran “ delok’en tho…kabeh wis podho lancar kabeh ngomong’e… ( kamu liat…semuanya udah sangat lancar ngomongnya..) “ jawab gilang kepada bejo yang masih tampak plonga – plongo, “ lha jaremu ndhik mau kelas’e santai..? awakmu wis tau tho melu program iki…( lha tadi katanya kelasnya santai..? kamu sudah pernah khan ikut program ini…? )” bejopun balik bertanya kepada gilang, dan gilangpun akhirnya menjawab dengan sedikit tertawa “ Ugung tau jo…awakmu mau tak apusi…( belum pernah jo…, kamu tadi tak’ bohongin…) “, bejopun mulai sembuh dari plonga – plongo nya “ Jangkrik…..asem awakmu lang.., ngene iki malih awak’e dewe goblok ndhadhak, tak’ anggit awakmu wis tau melu program iki… ( jangkrik…, asem kamu lang… kita jdai goblok’ mendadak nih, kirain kamu udah pernah ikut program ini…) “ dalam hatipun mereka berdua berharap , agar pelajaran hari ini cepat berlalu.
   Program pun selesai, mereka berdua hanya bisa tertawa dan berjanji untuk tidak masuk kelas tersebut ke esokan harinya, dan di ganti dengan program lain yang sesuai dengan kemampuan mereka saat itu. Dari jalan seberang big – papa , ivan kabayan dan mister thinking memanggil bejo dan gilang “ oi jo…, sido njupuk program opo awakmu.., iki mau arek – arek njupuk Speaking 2, Vocabullary 2, ambek Reading 1 ( hei jo… , jadi ambil program apa tadi? Ini tadi anak – anak ( ivan kabayan & mister thinking ) ambil program Speaking 2, Vocabullary 2 dan Reading 1 ..), bejopun hanya bisa menjawab dengan nada bangga sambil melirik ke arah si gilang “ Aku mau karo gilang bar njupuk program sing joss lan keren… yo po gag lang..? ( Aku tadi sama si gilang habis program yang joss dan keren … ya khan lang..? ) “ gilangpun mengangguk sambil tertawa, “program apa itu….critain dong….!!” , merekapun bersama – sama mencari warung terdekat sebelum pulang ke tempat kost.



                                  on August 1st 2012,  4.27 PM , sambil menunggu buka puasa  - Arifinman -






Dan tiba - tiba Mr. Punishment pun muncul ...

Dan tiba - tiba Mr. Punishment pun muncul ...

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 6 Agustus 2012 pukul 14:08
                                  Dan tiba – tiba Mr. Punishment pun muncul …


     Di kampung Inggris ada sebuah peraturan yang harus dipatuhi di dalam sebuah Dormitory / Camp, yaitu sebuah Punishment atau denda, sebab di dalam dormitory setiap anak di wajibkan berbahasa inggris , terserah… sesuai dengan kemampuan si anak , kalau lupa dengan ‘ Vocabullary bisa membuka kamus mini atau bertanya kepada teman – teman nya dengan ungkapan “ How to say it… ( Gimana ngomongnya ..) “ atau “ What the mean of… ( Apa artinya ..? ) “ , bukan nya kejam…., peraturan tersebut di buat untuk mendisiplinkan anak – anak agar l ebih terlatih ngomongnya menggunakan bahasa inggris.
     Untuk Mr. Punishment ( seorang anak yg kebagian mengawasi ) setiap seminggu sekali ganti, Mr punishment ini berhak mencatat di papan pengumuman ‘ Siapa saja yang tidak ngomong inggris di dormitory, biasanya dengan mengenakan denda Rp. 500,- per kalimat dan Start nya dimulai jam 7 pagi sampai dengan jam 7 malam . tapi…. Jangan men’ judge Mr. punishment itu orang yang kejam lo…., setiap uang yang telah di kumpulkan nantinya di buat pesta – pesta kecil di akhir pekan seperti : berenang dan mengunjungi Candi Surowono, mengunjungi Monumen Mastrip dan Ringin budho, fun bike bersama – sama di candi Tegowangi, berbelanja bahan makanan di Pasar Pamenang Dsb.
     Naaahhh… disini ada kejadian yang membuat tersenyum , kejadiannya pada waktu anak – anak habis berenang di Surowono, setibanya di Dormitory suasana lumayan hening, mungkin hanya suara buah mangga yang berjatuhan di balik tembok  dan ‘ fatherland ( sebutan untuk bapak kost ) yang lagi membetulkan sepeda dengan raut ‘ menakutkan persis Zombie di serial Walking Dead biarpun sama anak – anak disapa dengan ungkapan “ Monggo pak…” atau “ Mari pak….” Sampai “ Exuse me pak…. “ , si fatherland ini tetap mempertahankan raut muka menakutkan seperti Zombie kelaparan.
     What the hell ‘ lah dengan ‘ Fatherland, anak – anak pun bersantai ria , leyeh – leyeh sambil bergurau, mereka pun tak sadar bahwa mereka telah masuk di dalam dormitory  yang ada peringatan “ English Area…, not for Animal Leanguage…! “, merekapun tak sadar dengan yang di omongkan barusan, bahwa mereka tidak ngomong ‘Inggris sesuai peraturan yang telah di tetapkan, salah satu anakpun menyeletuk ringan “ Eh…. Kamu tidak ngomong Inggris …? “ yang ditanyapun menjawab “ Uuuppss… , lupa aku … tapi biarlah…toh Mr punishment khan lagi tidak ada di tempat…. , yang penting kita sekarang main kartu bersama….” . naaahh… di saat asyik dan santai santai nya bergurau dan ‘ merasa bebas dari ‘ ngomong inggris, tiba – tiba dari arah belakang  tepatnya di pintu WC keluar Mr. Punishment yang dari tadi ternyata ‘ Sakit perut dan menghitung sambil menghafal ‘ Siapa saja tadi yang tidak ‘ Ngomong dengan menggunakan ‘Bahasa Inggris “ What
u’re say…., c’mon I’m ready to give a Punishment for you Guys…. ( apa kalian bilang…? Ayolah… aku selalu siap kok memberi denda kepada kalian semua kawan… ) “, sambil masih menahan perutnya yang sakit ‘ Mr punishment pun dengan sedikit tersenyum ‘ mencatat siapa saja tadi yang ngomong tidak menggunakan ‘bahasa inggris dipapan.
     “ Oh…. Shit… it’s a Suddenly attack man…! “ mungkin itu yang hanya di ungkapkan oleh anak – anak yang lagi tidak meng’ indahkan peraturan dormitory yang berbunyi “ English Area…., not for Animal Leanguage… “ pada waktu itu.









Misteri bapak berwajah buruk

Misteri bapak berwajah buruk

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 9 Agustus 2012 pukul 22:22
          Anda siapa pak …??   ( Misteri bapak berwajah buruk ..)


   Sore itu cuaca lumayan bikin badan ‘ kemriang, gimana tidak.. siangnya panas dan angin berhembus terus – menerus sambil membawa debu – debu beterbangan, menginjak malam cuaca berganti menjadi dingin , maklumlah bulan itu antara bulan juli menuju ke bulan Agustus yg kalau dalam Tradisi jawa bulan tersebut dinamakan ‘ Randu Ngembang, musimnya pohon – pohon randu yang mulai berbunga, bahkan bila diwaktu fajar ayam biasanya aktif berkokok , tetapi tidak dengan bulan ini.. kebanyakan kaki ayam pasti diangkat satu menandakan cuaca yang begitu dingin menusuk tulang.
   Paling  hanya pedagang nasi goreng keliling dan ( kadang bakso juga ) yang bisa diandalkan buat mengisi perut kosong di waktu malam, dan itupun harus aku cari mengelilingi JL.Brawijaya di waktu malam dengan mengendarai onthel sewaan . tak banyak memang jam segitu ( kira – kira pukul . 22.16 wib ) orang – orang yang berseliweran di kampung inggris, mereka lebih asyik leyeh – leyeh di teras rumah sambil minum kopi hangat daripada keluar, tak terkecuali dengan anak kost .. maklum peraturan kost yang berlaku hanya boleh keluar sampai jam 21.00 wib, peraturan tersebut di peruntukkan oleh anak perempuan yang tinggal di kampung inggris.
   “ Mas… nasi goreng mawut ya.., sayurnya mentah aja…” tanyaku kepada mas penjual nasi goreng keliling , “ lho.., kok sayurnya mentah mas? Apa enak nanti..? “ jawab mas penjual yang heran dengan seleraku yang kalau dipikir – pikir persis kambing kebun dan tidak seperti kebanyakan anak – anak pada umumnya, memang aku dari dulu menyukai sayur mayur yang dimasak mentah, bukannya aku ‘omnivora, cuman aku pernah liat di acara  TV Champion Jepang , orang yang suka dengan sayur ‘ m entah konon bisa membuat badan terlihat tampak segar dan tidak loyo ( sambil membayangkan kaya’ popeye the sailorman ) entah benar atau tidak aku suka gitu aja.
   Kuhabiskan dengan lahap nasi goreng tersebut, hal itu adalah sebagai bentuk wujud balas dendamku , karena dari tadi siang aku tidak makan nasi sama sekali, daritadi aku diajak temen – temen berenang di surowono dan cuman makan bakso saja. “ berapa mas…? “ tanyaku kepada penjual nasi goreng yang kelihatannya mulai mengantuk tersebut “ Lima ribu mas…” , akupun membayarnya . emang bicara soal harga makanan di kampung inggris cukup ekonomis alias tidak mahal, pokoknya cocok dengan uang saku anak kost, kebanyakan satu porsi ditambah the cuman Rp. 3500,- sampai Rp 4000,- mahal – mahalnya ya itu tadi.. Rp 5.000,-  bisa membuat perut anak kost penuh.
   Sesampainya di tempat kost, teman – teman sudah pada tidur semua… hanya temanku si ‘ Derta aja yang masih didepan TV  sedang menonton Serial Animal Planet dan terkadang di ganti dengan ‘Don’t tell my mother, aku pun ikut nimbrung dan nonton bersama dia “ lho…kok belum selesai der… what’s time is it..? “ tanyaku kepada Derta , “ iya nih… it’s awesome chanel…seru…, tadi mulainya mundur setengah jam ..” jawab si Derta yang matanya tidak meloloskan barang sedikitpun , “ Dari mana kamu Guys…? “ Derta menanyaiku sambil matanya tetep tidak beralih ke pesawat TV. “ Beli nasi goreng…di depan warnet.., laper dari tadi blum kemasukan nasi..” jawabku, “ ooo… ga’ ajak – ajak …, aku tadi juga laper .., tapi sekarang sudah gag lagi…” Derta pun berhenti sejenak dan merokok satu batang sambil menirukan gaya Al capone di film- film mafia italy, aku pun cuman menggumam “ huuuffftt… sempat – sempatnya ..”. diambilnya Remote TV bermaksud mematikan pesawat TV yang dari tadi belum mati tersebut, akupun mencegahnya “ Gak usah dimatikan der…, ntar tak matikan sendiri…aku mau liat TV dulu..” , lalu kualihkan chanel TV mencari acara ringan – ringan aja , seperti ‘Hungarian Circus ‘ terkadang kalau ada jeda komersial kuganti serial ‘Mr Bean sambil menyandarkan tubuhku . “ aku tak’ tidur dulu ya boy…” kata derta yang keliatannya juga sudah mulai mengantuk tingkat dewa.
   Tinggal aku sendirian di teras luar, emang TV nya tidak di taruh di dalam di tempatnya bapak kost, tetapi ditaruh di teras luar, agar anak – anak kalau menonton bisa bersama – sama . tempat kostku pun termasuk tempat kost yang tidak banyak di ketahui anak – anak kost laen, letaknya didalam dekat dengan kamar mandi lama, didalam bak kamar mandi ada 2 ekor ikan tombro , dikasih anak – anak pada waktu jalan – jalan ke candi surowono agar bak mandi tersebut bebas dari jentik- jentik nyamuk, sementara di depan kamar mandi ada ruangan terbuka, buat menjemur pakaian dan dibalik pagar terlihat kebun yang banyak di tumbuhi pohon mangga yang batang – batang nya berlumut dan menjulang ke atas seperti tangan – tangan yang sedang nmencengkeram langit, akupun menonton TV tetapi juga sedikit mengantuk, liat acara tapi tidak menyimak filmnya, dan akhirnya kumatikan saja TV tersebut.
   Malam semakin larut, buah mangga di kebun balik pagar berjatuhan sesekali menimbulkan suara “ Krosak…!! “ , paling – paling buah yang sudah matang habis di makan ‘ Codot / kelelawar kecil . “ wah… lumayan.., bisa buat makan siang nanti…” pikirku. Keadaan pun semakin hening dan sunyi… semuanya terdengar begitu jelas.., suara Syiir dengan tembang jawa di langgar terdekat, bapak kost yang sedang batuk, temanku Big – papa yang tambun sedang mendengkur, Mr Andy yang kalau di kelas sangat rajin ‘ Mengigau sambil menghafal vocabullary dan suara burung – burung ‘ Wuk yang biasa berkeliaran di tengah malam.
   Aku berdiri dan membasuh muka, tangan dan kakiku dengan ber’ wudhlu, ingin rasanya aku ‘ sembahyang mengheningkan cipta di malam sebening ini pikirku, akupun melaksanakannya dan selesai, lalu akupun duduk ‘semeleh ( Relax ) , merasakan dan bersyukur kepada Sang Pencipta dan ditengah – tengah khusyu’ku…diantara alam sadar dan tidak sadar, terjaga tidak.. tidurpun juga tidak, mungkin kalau kata‘orang – orang tua di Jawa namanya ‘ Gung liwang liwung’ , tiba – tiba … lap ! disebelahku duduk ‘seorang bapak , mengenakan sarung, memakai kopyah ( songkok ) hitam dan mempunyai wajah yang buruk , tetapi tidak menakutkan… ya cuman jelek.., ga ada mukannya yang hancur dan badan yang sedikit membungkuk, dia pun seolah tersenyum dan mengajakku bersalaman tangan, anehnya…. Akupun tidak merasa takut, di dalam batinku pun seakan bertanya “ Ngapunten… panjenengan sinten nggih..? ( Anda siapa pak..? ) “ , tapi si bapak cuman tersenyum dan perlahan – lahan l enyap dari pandangan.
   Akupun setengah sadar… , tapi anehnya…lagi – lagi aku tidak merasa sedikitpun takut, malah tubuhku serasa ringan dan perasaanku sangat bahagia What happened …??? Ada apakah ini..?? . keesokan paginya pada waktu ikut program Speaking, akupun menceritakan pengalamanku kepada teman – temanku, merekapun hanya mengangkat alis sambil mengernyitkan dahi “ Masa sih…, pukul berapa ?? trus reaksimu gimana?? Apa aja yang aneh pada waktu itu…?? “ lainnya juga penasaran berusaha mengorek ceritaku dengan berkata “ lha terus akhirnya gimana…?? “ , mungkin diantara semua anak ada yang menganggap ceritaku hanya ‘ omong kosong belaka alias ‘ Just talk around bullshit..’, terserahlah… khan mereka tidak mengalami seperti aku pada malam itu, tetapi tidak dengan pengalamanku ‘ sehabis mencari nasi goreng pada waktu itu, dan sampai saat inipun ‘ penampakan seorang bapak yang mengajakku bersalaman tengah malam itu banyak ‘ memberi hikmah dalam hidupku, bahwa ada sisi lain di dunia ini yang selalu bersama kita, cuman kita tidak menyadarinya dan bahwa kita hidup di dunia ini tidaklah sendirian.



          On Ramadhan , August 05 2012 .
           Before imsya’ 03.49


               Arifinman



SEPUR TRUTUK DI STASIUN PARE

SEPUR TRUTUK DI STASIUN PARE

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 11 Oktober 2012 pukul 14:17
SEPUR TRUTUK DI STASIUN PARE

         Dulu di sebelah selatan Polres Bhayangkara dan bekas bangunan Gedung Bioskop Sentral terdapat satu-satunya stasiun kereta yang menghubungkan Jalur Kediri dan Jombang, suasana pada waktu itu sangat ramai. Para penumpang silih berganti naik turun stasiun dan disebelah selatannya lagi terdapat bangunan gerbong untuk menaruh Kepala Sepur Trutuk dan lori-lori yang biasanya digunakan untuk mengangkut tebu, beras dan gula. Selain itu disebelah kanannya lagi ada Loco putar dan disebelah kiri gerbong terdapat sumur tua.
         Bila penunggu datang lebih awal, bisa jalan-jalan di perumahan PJKA yang terletak di sebelah selatan (sekarang kampung itu bernama kampung kong’an). Di sepanjang jalan perumahan itu banyak sekali ditumbuhi pohon-pohon flamboyant yang bunga-bunganya berwarna merah, tetapi kebanyakan orang-orang yang ada di kota Pare menyebutnya dengan nama “Pohon Ecek-Ecek”. Perumahan disitu struktur bangunannya khas made in Holland. Cuman sayang tidak ada Windmillnya alias “kincir angin”nya. Naah… bila kita bertanya kepada penduduk setempat mengenai bentuk bangunan perumahan itu, biasanya akan selalu dijawab “Inggih..Loji puniko rumiyin bangunanipun “Walanda ( iya mas.. bangunan loji itu dulunya yg buat orang belanda ) ”. Bangunan loji-loji itu sampai saat ini masih dihuni oleh orang-orang kampung Kong’an dan disitu sekarang berdiri sebuah studio music yang sering dibuat latihan Band-band-an bernama “Dens Studio”.
         Dari stasiun biasanya kereta yang akan menuju Jombang bergerak ke Timur kurang lebih 200 m ada pos jaga dan terus melewati depan Koramil berlangsung melewati sekitar Ringin Budho dan dilanjutkan ke utara melewati Rumah Sakit HVA terus ke arah Jombang.  “Jess…ejess…ejess…tuit…tuit…” begitu bunyinya Sepur Trutuk pada waktu itu.
         Kurang lebih di akhir tahun 1975 stasiun kota Pare sudah berakhir, dan disekitar Perum PJKA sekarang dibangun Areal Pertokoan PJKA yang menghadap ke Utara, dan dibalik (belakang) areal pertokoan itu ada Pujasera (Pusat Jajan Serba Ada) dan Pasar Sore di waktu malam, sedangkan areal perkebunan depan loji-loji sekarang berubah menjadi bangunan perumahan dan diwaktu siang banyak pedagang burung dan barang-barang bekas.









Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )

Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 11 Desember 2012 pukul 12:40
           Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )


     Fajar tampak dingin , kabut lumayan tebal maklum k emarin turun hujan dengan sangat deras, Kusworo membesarkan volume tape nya dan bernyanyi ‘ Twist and shout dari kelompok The Beatles sambil menata barang daganganya di Pasar Pamenang Pare. Dia harus berangkat sehabis shubuh , karena dia sadar harus mengumpulkan uang untuk mengambil barang di tempatnya juragan yang datang nanti siang, dia sadar barang dagangan nya tidak sebanyak teman – teman nya “ Nik aku jor- joran barang mesti aku kalah karo liyane…, amergo modalku mung sithik… kono modal’e gedhe .. dadi aku kudu ngalah’I budhal isuk,  ben ‘ndhang oleh rejeki…( kalau aku bersaing barang pasti aku akan kalah dengan yang lain nya…, sebab modal ku cuman sedikit… sementara mereka khan modalnya besar… , jadi aku harus mengalah untuk bangun pagi biar cepat dapat rejeki..). “ gumamnya dalam hati, ia sangat berharap rejeki hari ini akan lebih baik daripada kemarin dan lusa, sebenarnya kemaren kalau tidak hujan dagangannya laris manis tanjung kimpul…, tapi berhubung bulan Desember yang kata orang jawa ‘Deres – deres nya sumber ( deras – derasnya air yang mengalir )  di kota Pare hujan mengguyur dengan derasnya seperti judul lagunya grup music th 60an the cascades – rhythm of the rain, ia harus tutup pada waktu siang , maklum orang – orang yang berbelanja lebih sibuk dengan cucian nya yang tak kunjung kering daripada berbelanja ke pasar yang mulai tutup jam 16.30 tersebut.
     “ Oalah kus..kus.., budhal mu iki lho jam piro? Kok yahmene toto – toto daganganmu wis rampung ..? ( wooww… kusworo…, kamu ini berangkatnya jam berapa sih…kok tatanan daganganmu sudah rapi semua nya..)” , tanya mas Slamet dengan ekspresi setengah meledek’ kusworo agar pemuda tersebut bisa lenggang sedikit “ Kudune awakmu iki ora usah budhal isuk – isuk…, sing mbok golek’ne I yo sopo..? hehe… koyok wis ndhuwe anak 2 ae butuhmu …( seharusnya kamu ini tidak usah berangkat pagi – pagi seperti ini.., yang kamu carikan itu siapa sih… hehe kaya orang yang sudah mempunyai anak 2 aja kebutuhanmu itu…) lanjut mas Slamet sambil menenteng sepeda motor 70 nya yang terkadang berbunyi ‘ tek etek etek etek.., “ alah mas Slamet’ i …, ndhang bukak ‘ kono lo… ndhik mau enek langgananmu sing atene nggolek wajan ambek sutil.., trus aku nunut tulung karo di awasi daganganku ini…hehe, aku tak ‘sarapan dhisik , engko baru genti sampeyan sing sarapan…. ( ah… mas Slamet ini…, sana kiosnya cepet di buka , tadi ada pelangganmu yang cari wajan sama sutil tuh…, trus aku numpang .. tolong daganganku di awasin.., aku mau sarapan dulu.. nanti baru ganti sampeyan yang sarapan..) “, kusworo pun sambil menata dan merapikan dagangan sabuk dan topinya berusaha membalikkan pertanyaan yang di lontarkan kepada mas slamet, “ Alah… nik atene sarapan ‘ i ndhang rono tho…., tak’ jagakne dasaranmu… koyok karo sopo ae kus..kus .., lagian saiki khan isih jam 5 seprapat .., engko rame – ramene pasar paling jam 7 an , wis… ndhang golek sarapan kono… ( ah… kalau mau sarapan cepat sana.., nanti pasti ku jaga khan kiosmu ini…, kaya seperti  siapa aja kus…kus…kamu ini.., lagian sekarang khan masih pukul 5 lebih seperempat, nanti ramai ramai nya pasar paling sekitar pukul 7 an… ya udah.., cepat cari sarapan sana..) “ sahut mas slamet sambil duduk ringan dan merokok sebatang , “ Suwun mas met ya…, sampeyan memang asistenku sing paling joss nik pas wayah isuk.., engko di gawak’ne peyek opo teh anget nik aku mari teko warung..? ( Trims mas met ya…, sampeyan memang asistenku yang  paling joss pada waktu pagi.., nanti kalau aku pulang dari warung di bawakan apa nih.. peyek atau teh anget  ? ) “ jawab kusworo sambil tertawa “ ooo… dobol tenan cah gemblung iki.. !! “ timpal mas slamet menyahuti , walaupun asap rokok mengepul di mulutnya.
     Langganan warung kusworo terletak di samping bakul ketela di stand sayur sebelah barat, keadaan pada waktu fajar itu sudah hiruk pikuk dengan rutinitas, maklum Pasar Pamenang Pare adalah salah satu pasar Traditional  paling besar di kota kecil yang mendapat julukan “ Pare = Papan Panglerenan ( Pare = tempat beristirahat ) “, pasar yang mulai aktif pada pukul 1.30 dini hari ini pernah mengalami dua kali kebakaran hebat di tahun 1987 dan tahun 1989. Pedagangnya sudah emak – emak berumur sekitar 60 tahunan , sama seperti kusworo pedagangnya selalu berangkat di Pasar Pamenang sehabis sembahyang shubuh di waktu Sola’ sola ( sebutan orang kampung untuk Syiiran / puji2an menyebut asma Allah dengan menggunakan irama dan cengkok bahasa jawa ) berkumandang di langgar – langgar  atau masjid di perkampungan. Mak’e ( para pembeli selalu memanggil pedagang nasi pecel ini dengan sebutan demikian ) yang asli orang Toeloeng Redjo ini memang ‘ enthes, grapyak dan ramah beliau selalu cekatan melayani pembeli yang mampir di warungnya yang agak gelap di waktu pagi terkena kepulan asap, dan hanya 2 lubang sebesar batu bata yang menyinari warung nya di pagi hari. Mak’e pun pandai ber basa – basi di tengah kesibukanya, biasanya ia selalu menyapa para pembeli yang mampir di warungnya dengan ungkapan misalnya “ Lho… tumben.., suwi ra tau mampir ndhuk..? Soto’ne entek’ e.., kari sego pecel lawuh kerupuk… ora opo – opo yo..? ( lho… tumben …, lama gag pernah mampir ? sotonya habis nih… tinggal nasi pecel lauk kerupuk nih? Gak pa pa ya..? ), para pembeli di warungpun hanya bisa tersenyum.. dalam hatinya mungkin bertanya tanya .. sejak kapan mak’e ini pernah jualan soto? Ah… ada – ada saja mak’e ini.., sebuah basa basi hangat di pagi hari.
     Tak terkecuali dengan Kusworo, dia juga selalu tersenyum ketika mak’e ber basa – basi melayani pembeli, baginya mak’e adalah seorang yang tidak gampang menyerah dalam b ekerja… , memang kalau di pikir pikir penjual itu harus aktif berbicara, itu memang sebuah kewajiban atau semacam ikhtiar seorang pedagang agar dagangannya lekas laku, emang sih.. ada yang men’ judge dan mencemo’oh kalau pedagang itu ‘lambene dobel ( mulutnya dobel ) , tapi itu khan hanya anggapan orang tersebut yang tidak berprofesi sebagai pedagang? Coba kalau misalnya dia disuruh berdagang , aku yakin ia pun pasti secara reflek mengikuti alur pedagang tersebut .. gumam kusworo yang mulai melahap nasi pecelnya. Warung mak’e ini memang jenis warung ekonomis buat kusworo dan orang – orang yang duitnya pas – pasan.., satu porsi cukup merogoh kocek Rp. 900,- untuk sepiring nasi pecel dengan lauk satu tempe, dua tahu dan dua kerupuk kecil, dan tambah lagi Rp 100,-  untuk segelas the yang tidak terlalu manis, padahal umumnya warung – warung di sekitarnya m enjual sepiring nasi dan segelas tehnya di bandrol dengan harga Rp 1400,- tak ayal warung’e mak’e selalu menjadi persinggahan para pedagang ethek dan orang – orang yang berbelanja pagi, dan mulai tutup di bawah jam setengah 11 siang.
     Setelah merasa kenyang , kusworo membayar nasinya dan tak lupa membungkus buat mas Slamet yang menunggui dagangannya sedari tadi, di saat keluar dari warung dan melangkah .. langkah kaki kusworo tidak sengaja tersandung ketela ketela yang berjatuhan sehabis diangkat kuli – kuli pasar, pada saat tergelincir ia menubruk seorang anak berpostur kecil , di pandangnya anak itu yang juga terkejut sambil merapikan barang belanjaan yang tumpah ruah, reflek kusworopun membantu anak yang ternyata seorang gadis kecil berwajah melankolis dan imut itu “ Maaf… aku tidak sengaja.. “ sahut kusworo lirih, “ Gak papa mas…, aku tadi aja yang jalannya tergesa – gesa  ..” balas gadis kecil tersebut sambil m embersihkan debu – debu yang melekat di baju nya. “ Tapi… blonjone sampeyan malih korat – karit, tak’ gantine sego sing kutah iki mau… ayuk mampir ndhik warung dhisik… ( tapi… barang belanjaan kamu jadi tumpah, aku ganti nasi yang tumpah tadi… ayuk ikut aku mampir di warung dulu..) “ kusworopun merasa bersalah terhadap anak tersebut , karena menumpahkan barang b elanjaan gadis kecil tersebut , “ Ora usah mas…, ora opo opo kok…( ndak usah mas… gak papa kok.. ) “ , gadis kecil tersebut rupanya agak malu malu karena orang – orang di sekitar yang berlalu lalang mulai melihat kejadian tersebut pagi itu. “ Ayolah… dik.., ora kepenak aku ngene iki…( ayolah dik .. aku jadi tidak enak nih…)” ajak kusworo agar si gadis yang berperawakan kecil itu mau.
     Dengan perjuangan dan penjelasan yang gigih.., akhirnya si gadis pun mau juga, sambil minum the hangat di warung’e mak’e , kusworopun mengajak ngobrol ngalor – ngidul dengan gadis kecil itu, dan obrolan pun berlanjut ke arah perkenalan sambil menikmati alunan music Sheila on 7 – kisah klassik di masa depan yang mengalun lewat radio baterrei di warung itu. Di antara obrolan yang m enarik bagi kusworo saat itu adalah ia baru mengetahui kalau gadis kecil tersebut juga b ekerja di Pasar Pamenang, “ Oya…? Lha sampeyan melu nggone sopo ? kok gag tau eruh aku..? ( oya..? lha sampeyan ikut di tempatnya siapa? Kok ngga pernah tau aku..? ) “ tanya kusworo ,” Aku melu nggone mbak tutik mas…, ndhik stand pakaian, aku yo ngerti kok nik’ sampeyan dodolan ‘ sabuk , topi dompet ambek kaos kaki …( Aku ikut di tempatnya mbak tutik mas.., di stand pakaian .. aku juga tau kok kalau sampeyan jualan ‘sabuk, topi, dompet sama kaos kaki.. ) “ ujar gadis kecil tersebut. Percakapan itu adalah satu diantara sekian banyak percakapan antara kusworo dan Gadis yang bernama’ Arum tersebut, karena di kemudian hari keduanya mulai menjalin hubungan yang lebih di katakan sebagai teman biasa.
     Mas slametpun bergumam, kok kusworo lama banget membeli sarapan, padahal biasanya cuman sekitar 15 menit lama- lamanya 20 menitan, tak terasa ia pun m embakar rokoknya lagi, “ Suwi ngenteni aku mas met…( lama menanti aku mas met..?) “ tiba – tiba kusworo muncul dengan muka sedikit senyum membawakan sebungkus nasi pecel dan the anget di bungkus plastic buat mas slamet. “ Ndhengaren suwi to kus….( tumben lama kus..) “ jawab mas slamet sambil mengeluarkan uang di dompetnya untuk mengganti nasi bungkus yang telah di beli kusworo “ Piro iki kabeh….( berapa semuanya..) “  tanya mas slamet  , “ alah….santai ae lo mas met…, koyok  karo sopo ae…, ora usah di bayar.. iki mau aku oleh rejeki kok…( ah…santai aja mas met.., kaya seperti siapa aja nih…, ngga’ usah di bayar ini tadi aku dapat rejeki kok ) “ , sahut kusworo santai “ Rejeki opo ? rejeki mbahmu a…? tumben.. trus nyapo awakmu malih kethok rodhok semangat ngunu, m esti enek opo – opo kui…hayyyoooo…. , rodhok isin arek’e …( rejeki apa? Rejeki dari mbahmu ya?...tumben , terus kenapa kamu jadi keliatan agak b ersemangat begitu? Pasti ada apa apa nya nih….hayyyyoooo…., agak malu anak ini…) “ Tanya mas slamet yang mulai menyelidik perubahan sikap dan wajah kusworo yang tampak bahagia hari itu, tetapi mungkin mas slamet hanya bisa menebak , tidak demikian dengan kusworo yang mengetahui ‘ rejeki ‘ perjumpaan dengan gadis kecil bernama ‘Arum , dan itulah yang membuat kusworo merasa bahagia, bekerjapun jadi lancar dalam hatipun kusworo berucap syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rejeki di waktu pagi “ Duh …Gusti…., matur suwun panjenengan sampun paring rejeki ing wekdal enjing sak’ meniko, Matur suwun njenengan sampun paring seger kewarasan lan karahayuan wonten enjing niki .. ( Ya Tuhan…. Terima kasih engkau telah memberi rejeki di waktu pagi ini, Terima kasih Engkau sudah memberi kesehatan dan kesejahteraan di waktu pagi ini ) .”  suara tape kusworopun tetap mengalunkan lagunya The Beatles.


     0n August 3rd 2012 , Ramadhan mounth before imsya’
               Arifinman






A short stories about Pendhem keris

A short stories about Pendhem keris

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 30 Desember 2012 pukul 16:52
Pendhem Keris (Wis Njaluk… ngarani )

         Pada suatu ketika di dalam Pasar Baroe Pare ada seorang “manula yang sering dipanggil dengan sebutan “pendhem keris”. Orang tua yang sudah berumur itu sering minta uang para pengunjung Pasar Baroe Pare diwaktu pagi sampai siang hari. Dinamakan dengan sebutan “Pendhem Keris” karena selalu digoda oleh orang-orang Pasar dengan teriakan “pendhem…!” dan selalu membawa sebuah keris ‘tumpul untuk menakut-nakuti orang-orang pasar yang sebetulnya ‘tidak takut, keris tersebut selalu dipegang ditangan kanannya sambil sesekali diacung-acungkan keatas.
         Nama aslinya “Gisan” entah tinggal dimana yang jelas bila pada waktu pulang dari Pasar Baroe Pare selalu naik becak menuju ke arah utara perempatan Pancaran, Pendhem Keris sering meminta uang kepada para pengunjung yang berbelanja di Pasar Baroe Pare, dia juga terkadang terlihat bergandengan dengan wanita yang juga sama-sama meminta.
         Bila meminta uang Pendhem Keris selalu menentukan jumlah uang yang diminta “ndhang.., njaluk 1000,- ae tak nggo tuku wedhang ning warung kono lo…( minta seribu ya…, buat beli kopi di warung sebelah sana lho..)” Sapa pendhem keris kepada pengunjung yang kebanyakan perempuan, tatkala ibu-ibu yg dimintai uang memberi uang receh Rp. 100,- pendhem keris selalu menolak dengan ungkapan yang bergumam “emooh aku…, gak iso dingge tuku wedhang, duit ngono kuwi. Nggonku enek sak slorok’an ..!!( gag mau aku…, gag bias buat beli kopi.., uang begituan ditempatku ada selaci tuh..!!) Sang ibu yang memberi uang pun bingung, dalam hati bergumam “Dikek’I kok muring-muring, wis njaluk… ngarani..( diberi kok marah2…, sudah dikasih..eh nentukan harga pula..)”, tetapi bila yang diminta uang memberi sesuai ketentuannya (Rp. 1000,-) pendhem keris selalu berucap “Suwun…suwun… tak dongakne rejekine ambyor koyok linthang ceblok…( terima kasih…2x, saya doakan rejekinya jatuh seperti bintang terang…) sampai berkali-kali sehingga sang pemberi pun tersipu malu sambil berucap”inggih…inggih…( iya..iya..)”
         Orang-orang yang berdagang atau yang berjaga parkir sepeda bila melihat “pendhem keris” yang sedang meminta terkadang “menggoda” dengan meneriaki bersama-sama “Ayo… dipendhem ae…( ayo..dikubur aja orang itu..) ada juga yang berteriak “gak usah dikek’I buk…ngapusi kui (tidak usah dikasih uang bu.., pendhem bohong..) Pendhem keris yang merasa kesal di olok-olok langsung menyahuti orang-orang dengan ungkapan “Anggitmu larahan piye… dipendhem…( kamu kira kotoran ya aku.. kok kalian bilang begitu,,) sambil memperagakan aksi silatnya dan beratraksi dengan posisi tangan dibawah dan kaki di atas, orang-orang kembali berteriak menyorak’i “hiya..hiya…” jadilah para pengunjang pasar Baroe Pare mendapat sebuah hiburan gratis di pagi hari.
         Sesudah ber’atraksi dan menghibur pengunjung pasar, Pendhem keris pun sambil tersenyum biarpun agak kesal habis di “gojlog’i orang-orang, dia pun pamit kepada semuanya. “Sik ya… tak mulih dhisik.., nggatek’ne awakmu kabeh ora enek entek’e engko…( udah ya…, tak pulang duluan.., mikirin kalian semua tidak ada habisnya tau..) sambil melangkah menuju pintu gerbang sebelah timur dan pulang dengan naik becak sampai di tempatnya.


20,8,2012  Arifinman