Minggu, 24 Maret 2013

Pak Men Nimbo, Geleme Duit Gedhi Limo

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 28 Mei 2012 pukul 11:38
Pak Men Nimbo, Geleme Duit Gedhi Limo

         Dulu di utara Pasar Baroe Pare ada seorang yang sering dipanggil dengan sebutan “Men Nimbo”, laki-laki yang telah berumur dan selalu mengenakan sarung dan songkok yang diarahkan kesamping ini dipanggil demikian sebab setiap hari disuruh warga sekitar untuk “menimba air yang ada di sumur’, dan pada waktu itu di kampung-kampung lor pasar, Kauman dan sekitarnya masih dijumpai sumur-sumur tradisional yaitu sumur-sumur yang kalau kita mengambil air harus menarik dengan karet ban dan di bagian yang ujung karet ban itu diikat sebuah ember buat tempat menampung air, sedangkan sumur pompa pun masih sangat jarang ditemui di kampung itu.
         Setiap satu kamar mandi Pak Men meminta uang Rp. 5,- alias Manbo ‘liman ombo sebanyak lima buah, pokoknya nominalnya harus berjumlah Rp. 25,- , pernah pada suatu ketika ada salah seorang warga menyuruh Pak Men dan memberi uang Rp. 50,- sebagai ungkapan terima kasih, tetapi Pak Men malah urung dan tidak mau menerima uang pemberian itu.
         “Emooh aku…, aku gelem’e mek duet gedhe sing enek gambare manuk kabeh’e limo endhil…”.
         (Nggak mau aku …., saya maunya cuman uang besar yang ada gambar burung, pokoknya semua berjumlah lima buah saja…)” Begitu jawab Pak Men dengan bibir ‘ndomblenya. Ternyata dan ternyata… ,setelah diketahui Pak Men hanya mengetahui uang berbentuk besar (Uang Rp. 5,- atau Manbo liman ombo) yang ada gambar burungnya. Selain uang tersebut ia enggan menerimanya dengan sebuah alasan yang simple yaitu “uangnya bentuknya kecil..itu saja !
         Warga pun baru menyadari, baru pada keesokan harinya bila menyuruh ‘Pak Men untuk menimba air lagi, warga memberi uang yang ‘bentuknya besar berjumlah ‘sepuluh buah, Pak Men pun girang dan uang-uang pemberian warga diselipkan ke ‘celah songkok yang selalu dikenakan dalam posisi ke arah samping.
         Sering pada waktu hari Jum’at Pak Men sembahyang di Masjid Taqwa yang terletak di sebelah timur Pasar Baroe dan duduk di dekat Bedug Masjid sambil matanya terkantuk-kantuk, kalau disuruh makan… Pak Men orangnya seperti bukan orang pada umumnya orang, satu wakul nasil (wakul = tempat nasi) bisa masuk ke dalam perutnya, dan bila waktu senggang terkadang Pak Men meluangkan waktunya dengan mengaji syiir’an djawa, sedangkan kalau tidur selalu dalam posisi duduk dan sering mendengkur.
         “Pak Men….” Teriak Seorang anak menggoda
         “Embuh….!” Jawab Pak Men sambil memalingkan wajahnya
         “Pak Men…” teriak anak yang satunya lagi menggoda sambil berjalan
         ”Awan-awan rame ae… ( siang – siang bikin rame aja..)” jawab Pak Men kesal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar