Sabtu, 23 Maret 2013

Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )

Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )

oleh Ahmad Arifin (Catatan) pada 11 Desember 2012 pukul 12:40
           Ketika keluar dari warung …. ( Sebuah Roman Picisan di pagi hari )


     Fajar tampak dingin , kabut lumayan tebal maklum k emarin turun hujan dengan sangat deras, Kusworo membesarkan volume tape nya dan bernyanyi ‘ Twist and shout dari kelompok The Beatles sambil menata barang daganganya di Pasar Pamenang Pare. Dia harus berangkat sehabis shubuh , karena dia sadar harus mengumpulkan uang untuk mengambil barang di tempatnya juragan yang datang nanti siang, dia sadar barang dagangan nya tidak sebanyak teman – teman nya “ Nik aku jor- joran barang mesti aku kalah karo liyane…, amergo modalku mung sithik… kono modal’e gedhe .. dadi aku kudu ngalah’I budhal isuk,  ben ‘ndhang oleh rejeki…( kalau aku bersaing barang pasti aku akan kalah dengan yang lain nya…, sebab modal ku cuman sedikit… sementara mereka khan modalnya besar… , jadi aku harus mengalah untuk bangun pagi biar cepat dapat rejeki..). “ gumamnya dalam hati, ia sangat berharap rejeki hari ini akan lebih baik daripada kemarin dan lusa, sebenarnya kemaren kalau tidak hujan dagangannya laris manis tanjung kimpul…, tapi berhubung bulan Desember yang kata orang jawa ‘Deres – deres nya sumber ( deras – derasnya air yang mengalir )  di kota Pare hujan mengguyur dengan derasnya seperti judul lagunya grup music th 60an the cascades – rhythm of the rain, ia harus tutup pada waktu siang , maklum orang – orang yang berbelanja lebih sibuk dengan cucian nya yang tak kunjung kering daripada berbelanja ke pasar yang mulai tutup jam 16.30 tersebut.
     “ Oalah kus..kus.., budhal mu iki lho jam piro? Kok yahmene toto – toto daganganmu wis rampung ..? ( wooww… kusworo…, kamu ini berangkatnya jam berapa sih…kok tatanan daganganmu sudah rapi semua nya..)” , tanya mas Slamet dengan ekspresi setengah meledek’ kusworo agar pemuda tersebut bisa lenggang sedikit “ Kudune awakmu iki ora usah budhal isuk – isuk…, sing mbok golek’ne I yo sopo..? hehe… koyok wis ndhuwe anak 2 ae butuhmu …( seharusnya kamu ini tidak usah berangkat pagi – pagi seperti ini.., yang kamu carikan itu siapa sih… hehe kaya orang yang sudah mempunyai anak 2 aja kebutuhanmu itu…) lanjut mas Slamet sambil menenteng sepeda motor 70 nya yang terkadang berbunyi ‘ tek etek etek etek.., “ alah mas Slamet’ i …, ndhang bukak ‘ kono lo… ndhik mau enek langgananmu sing atene nggolek wajan ambek sutil.., trus aku nunut tulung karo di awasi daganganku ini…hehe, aku tak ‘sarapan dhisik , engko baru genti sampeyan sing sarapan…. ( ah… mas Slamet ini…, sana kiosnya cepet di buka , tadi ada pelangganmu yang cari wajan sama sutil tuh…, trus aku numpang .. tolong daganganku di awasin.., aku mau sarapan dulu.. nanti baru ganti sampeyan yang sarapan..) “, kusworo pun sambil menata dan merapikan dagangan sabuk dan topinya berusaha membalikkan pertanyaan yang di lontarkan kepada mas slamet, “ Alah… nik atene sarapan ‘ i ndhang rono tho…., tak’ jagakne dasaranmu… koyok karo sopo ae kus..kus .., lagian saiki khan isih jam 5 seprapat .., engko rame – ramene pasar paling jam 7 an , wis… ndhang golek sarapan kono… ( ah… kalau mau sarapan cepat sana.., nanti pasti ku jaga khan kiosmu ini…, kaya seperti  siapa aja kus…kus…kamu ini.., lagian sekarang khan masih pukul 5 lebih seperempat, nanti ramai ramai nya pasar paling sekitar pukul 7 an… ya udah.., cepat cari sarapan sana..) “ sahut mas slamet sambil duduk ringan dan merokok sebatang , “ Suwun mas met ya…, sampeyan memang asistenku sing paling joss nik pas wayah isuk.., engko di gawak’ne peyek opo teh anget nik aku mari teko warung..? ( Trims mas met ya…, sampeyan memang asistenku yang  paling joss pada waktu pagi.., nanti kalau aku pulang dari warung di bawakan apa nih.. peyek atau teh anget  ? ) “ jawab kusworo sambil tertawa “ ooo… dobol tenan cah gemblung iki.. !! “ timpal mas slamet menyahuti , walaupun asap rokok mengepul di mulutnya.
     Langganan warung kusworo terletak di samping bakul ketela di stand sayur sebelah barat, keadaan pada waktu fajar itu sudah hiruk pikuk dengan rutinitas, maklum Pasar Pamenang Pare adalah salah satu pasar Traditional  paling besar di kota kecil yang mendapat julukan “ Pare = Papan Panglerenan ( Pare = tempat beristirahat ) “, pasar yang mulai aktif pada pukul 1.30 dini hari ini pernah mengalami dua kali kebakaran hebat di tahun 1987 dan tahun 1989. Pedagangnya sudah emak – emak berumur sekitar 60 tahunan , sama seperti kusworo pedagangnya selalu berangkat di Pasar Pamenang sehabis sembahyang shubuh di waktu Sola’ sola ( sebutan orang kampung untuk Syiiran / puji2an menyebut asma Allah dengan menggunakan irama dan cengkok bahasa jawa ) berkumandang di langgar – langgar  atau masjid di perkampungan. Mak’e ( para pembeli selalu memanggil pedagang nasi pecel ini dengan sebutan demikian ) yang asli orang Toeloeng Redjo ini memang ‘ enthes, grapyak dan ramah beliau selalu cekatan melayani pembeli yang mampir di warungnya yang agak gelap di waktu pagi terkena kepulan asap, dan hanya 2 lubang sebesar batu bata yang menyinari warung nya di pagi hari. Mak’e pun pandai ber basa – basi di tengah kesibukanya, biasanya ia selalu menyapa para pembeli yang mampir di warungnya dengan ungkapan misalnya “ Lho… tumben.., suwi ra tau mampir ndhuk..? Soto’ne entek’ e.., kari sego pecel lawuh kerupuk… ora opo – opo yo..? ( lho… tumben …, lama gag pernah mampir ? sotonya habis nih… tinggal nasi pecel lauk kerupuk nih? Gak pa pa ya..? ), para pembeli di warungpun hanya bisa tersenyum.. dalam hatinya mungkin bertanya tanya .. sejak kapan mak’e ini pernah jualan soto? Ah… ada – ada saja mak’e ini.., sebuah basa basi hangat di pagi hari.
     Tak terkecuali dengan Kusworo, dia juga selalu tersenyum ketika mak’e ber basa – basi melayani pembeli, baginya mak’e adalah seorang yang tidak gampang menyerah dalam b ekerja… , memang kalau di pikir pikir penjual itu harus aktif berbicara, itu memang sebuah kewajiban atau semacam ikhtiar seorang pedagang agar dagangannya lekas laku, emang sih.. ada yang men’ judge dan mencemo’oh kalau pedagang itu ‘lambene dobel ( mulutnya dobel ) , tapi itu khan hanya anggapan orang tersebut yang tidak berprofesi sebagai pedagang? Coba kalau misalnya dia disuruh berdagang , aku yakin ia pun pasti secara reflek mengikuti alur pedagang tersebut .. gumam kusworo yang mulai melahap nasi pecelnya. Warung mak’e ini memang jenis warung ekonomis buat kusworo dan orang – orang yang duitnya pas – pasan.., satu porsi cukup merogoh kocek Rp. 900,- untuk sepiring nasi pecel dengan lauk satu tempe, dua tahu dan dua kerupuk kecil, dan tambah lagi Rp 100,-  untuk segelas the yang tidak terlalu manis, padahal umumnya warung – warung di sekitarnya m enjual sepiring nasi dan segelas tehnya di bandrol dengan harga Rp 1400,- tak ayal warung’e mak’e selalu menjadi persinggahan para pedagang ethek dan orang – orang yang berbelanja pagi, dan mulai tutup di bawah jam setengah 11 siang.
     Setelah merasa kenyang , kusworo membayar nasinya dan tak lupa membungkus buat mas Slamet yang menunggui dagangannya sedari tadi, di saat keluar dari warung dan melangkah .. langkah kaki kusworo tidak sengaja tersandung ketela ketela yang berjatuhan sehabis diangkat kuli – kuli pasar, pada saat tergelincir ia menubruk seorang anak berpostur kecil , di pandangnya anak itu yang juga terkejut sambil merapikan barang belanjaan yang tumpah ruah, reflek kusworopun membantu anak yang ternyata seorang gadis kecil berwajah melankolis dan imut itu “ Maaf… aku tidak sengaja.. “ sahut kusworo lirih, “ Gak papa mas…, aku tadi aja yang jalannya tergesa – gesa  ..” balas gadis kecil tersebut sambil m embersihkan debu – debu yang melekat di baju nya. “ Tapi… blonjone sampeyan malih korat – karit, tak’ gantine sego sing kutah iki mau… ayuk mampir ndhik warung dhisik… ( tapi… barang belanjaan kamu jadi tumpah, aku ganti nasi yang tumpah tadi… ayuk ikut aku mampir di warung dulu..) “ kusworopun merasa bersalah terhadap anak tersebut , karena menumpahkan barang b elanjaan gadis kecil tersebut , “ Ora usah mas…, ora opo opo kok…( ndak usah mas… gak papa kok.. ) “ , gadis kecil tersebut rupanya agak malu malu karena orang – orang di sekitar yang berlalu lalang mulai melihat kejadian tersebut pagi itu. “ Ayolah… dik.., ora kepenak aku ngene iki…( ayolah dik .. aku jadi tidak enak nih…)” ajak kusworo agar si gadis yang berperawakan kecil itu mau.
     Dengan perjuangan dan penjelasan yang gigih.., akhirnya si gadis pun mau juga, sambil minum the hangat di warung’e mak’e , kusworopun mengajak ngobrol ngalor – ngidul dengan gadis kecil itu, dan obrolan pun berlanjut ke arah perkenalan sambil menikmati alunan music Sheila on 7 – kisah klassik di masa depan yang mengalun lewat radio baterrei di warung itu. Di antara obrolan yang m enarik bagi kusworo saat itu adalah ia baru mengetahui kalau gadis kecil tersebut juga b ekerja di Pasar Pamenang, “ Oya…? Lha sampeyan melu nggone sopo ? kok gag tau eruh aku..? ( oya..? lha sampeyan ikut di tempatnya siapa? Kok ngga pernah tau aku..? ) “ tanya kusworo ,” Aku melu nggone mbak tutik mas…, ndhik stand pakaian, aku yo ngerti kok nik’ sampeyan dodolan ‘ sabuk , topi dompet ambek kaos kaki …( Aku ikut di tempatnya mbak tutik mas.., di stand pakaian .. aku juga tau kok kalau sampeyan jualan ‘sabuk, topi, dompet sama kaos kaki.. ) “ ujar gadis kecil tersebut. Percakapan itu adalah satu diantara sekian banyak percakapan antara kusworo dan Gadis yang bernama’ Arum tersebut, karena di kemudian hari keduanya mulai menjalin hubungan yang lebih di katakan sebagai teman biasa.
     Mas slametpun bergumam, kok kusworo lama banget membeli sarapan, padahal biasanya cuman sekitar 15 menit lama- lamanya 20 menitan, tak terasa ia pun m embakar rokoknya lagi, “ Suwi ngenteni aku mas met…( lama menanti aku mas met..?) “ tiba – tiba kusworo muncul dengan muka sedikit senyum membawakan sebungkus nasi pecel dan the anget di bungkus plastic buat mas slamet. “ Ndhengaren suwi to kus….( tumben lama kus..) “ jawab mas slamet sambil mengeluarkan uang di dompetnya untuk mengganti nasi bungkus yang telah di beli kusworo “ Piro iki kabeh….( berapa semuanya..) “  tanya mas slamet  , “ alah….santai ae lo mas met…, koyok  karo sopo ae…, ora usah di bayar.. iki mau aku oleh rejeki kok…( ah…santai aja mas met.., kaya seperti siapa aja nih…, ngga’ usah di bayar ini tadi aku dapat rejeki kok ) “ , sahut kusworo santai “ Rejeki opo ? rejeki mbahmu a…? tumben.. trus nyapo awakmu malih kethok rodhok semangat ngunu, m esti enek opo – opo kui…hayyyoooo…. , rodhok isin arek’e …( rejeki apa? Rejeki dari mbahmu ya?...tumben , terus kenapa kamu jadi keliatan agak b ersemangat begitu? Pasti ada apa apa nya nih….hayyyyoooo…., agak malu anak ini…) “ Tanya mas slamet yang mulai menyelidik perubahan sikap dan wajah kusworo yang tampak bahagia hari itu, tetapi mungkin mas slamet hanya bisa menebak , tidak demikian dengan kusworo yang mengetahui ‘ rejeki ‘ perjumpaan dengan gadis kecil bernama ‘Arum , dan itulah yang membuat kusworo merasa bahagia, bekerjapun jadi lancar dalam hatipun kusworo berucap syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rejeki di waktu pagi “ Duh …Gusti…., matur suwun panjenengan sampun paring rejeki ing wekdal enjing sak’ meniko, Matur suwun njenengan sampun paring seger kewarasan lan karahayuan wonten enjing niki .. ( Ya Tuhan…. Terima kasih engkau telah memberi rejeki di waktu pagi ini, Terima kasih Engkau sudah memberi kesehatan dan kesejahteraan di waktu pagi ini ) .”  suara tape kusworopun tetap mengalunkan lagunya The Beatles.


     0n August 3rd 2012 , Ramadhan mounth before imsya’
               Arifinman






Tidak ada komentar:

Posting Komentar